SELAYANG PANDANG
Nama : Piarman, SP.S.Pdi
Tempat/ tanggal lahir : Bengkulu Selatan, 3 September 1972
Pekerjaan : Guru MAN Internasional Negara Bali
Alamat Kantor : Jl. Ngurah Rai 103 Negara Bali
HP
: 08155726413
Tugas Belajar : Program Pascasarjana Universitas Indonesia
Alamat Asrama : BII/48
MENGENAL BEBERAPA TOKOH PSIKOLOGI
Mempelajari
ilmu psikologi tentu belum terasa lengkap tanpa mengenal para tokoh yang menjadi pendiri atau yang mempelopori berbagai teori
psikologi yang digunakan saat ini. Selain itu demi memenuhi banyak permintaan dari para pembaca, maka kami mencoba untuk menguraikan
riwayat singkat para tokoh psikologi dan hasil karya mereka, sebagai berikut:
Wilhelm Wundt
Ivan Pavlov
Emil Kraepelin
Sigmund Freud
Alfred Binet
Alfred Adler
Carl Jung
John Watson
Max Wertheimer
Henry Murray
Jean Piaget
Carl Rogers
Erik Erikson
Burrhus Frederic Skinner
Abraham Maslow
Hans Eysenck
Albert Bandura
WILHELM WUNDT
(1832 - 1920)
Wilhelm Wundt dilahirkan di Neckarau pada tanggal 18 Agustus 1832 dan wafat di Leipzig pada tanggal
31 Agustus 1920. Wilhelm Wundt seringkali dianggap sebagai bapak psikologi modern berkat jasanya mendirikan laboratorium psikologi
pertama kali di Leipzig. Ia mula-mula dikenal sebagai seorang sosiolog, dokter, filsuf dan ahli hukum. Gelar kesarjanaan yang
dimilikinya adalah dari bidang hukum dan kedokteran. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang banyak melakukan penelitian,
termasuk penelitian tentang proses sensory (suatu proses yang dikelola oleh panca indera).
Pada tahun 1875 ia pindah ke Leipzig, Jerman, dan pada tahun 1879 ia dan murid-muridnya mendirikan
laboratorium psikologi untuk pertama kalinya di kota tersebut. Berdirinya laboratorium psikologi inilah yang dianggap
sebagai titik tolak berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang terpisah dari ilmu-ilmu induknya (Ilmu Filsafat
& Ilmu Faal). Sebelum tahun 1879 memang orang sudah mengenal psikologi, tetapi belum ada orang yang menyebut dirinya sarjana
psikologi. Sarjana-sarjana yang mempelajari psikologi umumnya adalah para filsuf, ahli ilmu faal atau dokter. Wundt sendiri
asalnya adalah seorang dokter, tetapi dengan berdirinya laboratorium psikologinya, ia tidak lagi disebut sebagai dokter atau
ahli ilmu faal, karena ia mengadakan eksperimen-eksperimen dalam bidang psikologi di laboratoriumnya.
Wundt mengabdikan diri selama 46 tahun sisa hidupnya untuk melatih para psikolog dan menulis lebih
dari 54.000 halaman laporan penelitian dan teori. Buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: "Beitrage Zur Theorie
Der Sines Wahrnemung" (Persepsi yang dipengaruhi kesadaran, 1862), "Grund zuge der Physiologischen Psychologie" (Dasar
fisiologis dari gejala-gejala psikologi, 1873) dan "Physiologische Psychologie".
IVAN PAVLOV
(1849 - 1936)
Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Rjasan pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada
tanggal 27 Pebruari 1936. Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia
adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Eksperimen Pavlov yang sangat terkenal di bidang psikologi dimulai ketika
ia melakukan studi tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing) akan
mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan
satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan, yang dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori
ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau
tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned stimulus
- stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu keluarnya air liur
dari si anjing percobaan. Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang hadiah Nobel. Selain itu teori
ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai
proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
EMIL KRAEPELIN
(1856 - 1926)
Emil Kraepelin dilahirkan pada tanggal 15 Pebruari 1856 di Neustrelitz dan wafat pada tanggal 7 Oktober
1926 di Munich. Ia menajdi dokter di Wurzburg tahun 1878, lalu menjadi dokter di rumah sakit jiwa Munich. Pada tahun 1882
ia pindah ke Leipzig untuk bekerja dengan Wundt yang pernah menjadi kawannya semasa mahasiswa. Dari tahun 1903 sampai meninggalnya,
ia menjadi profesor psikiatri di klinik psikiatri di Munich dan sekaligus menjadi direktur klinik tersebut.
Emil Kraepelin adalah psikiatris yang mempelajari gambaran dan klasifikasi penyakit-penyakit kejiwaan,
yang akhirnya menjadi dasar penggolongan penyakit-penyakit kejiwaan yang disebut sebagai Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM), diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA). Emil Kraepelin percaya bahwa jika klasifikasi
gejala-gejala penyakit kejiwaan dapat diidentifikasi maka asal usul dan penyebab penyakit kejiwaan tersebut akan lebih mudah
diteliti.
Kraepelin menjadi terkenal terutama karena penggolongannya mengenai penyakit kejiwaan yang disebut
psikosis. Ia membagi psikosis dalam dua golongan utama yaitu dimentia praecox dan psikosis manic-depresif. Dimentia praecox
merupakan gejala awal dari penyakit kejiwaan yang disebut schizophrenia. Kraepelin juga dikenal sebagai tokoh yang pertama
kali menggunakan metode psikologi pada pemeriksaan psikiatri, antara lain menggunakan test psikologi untuk mengetahui adanya
kelainan-kelainan kejiwaan. Salah satu test yang diciptakannya di kenal dengan nama test Kraepelin. Test tersebut banyak digunakan
oleh para sarjana psikologi di Indonesia pada era tahun 1980an.
SIGMUND FREUD
(1856 - 1939)
Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (Austria), pada masa bangkitnya Hitler,
dan wafat di London pada tanggal 23 September 1939. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi. Pada usia 4 tahun ia dan keluarga
pindah ke Viena, dimana ia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya. Meskipun keluarganya adalah Yahudi namun Freud menganggap
bahwa dirinya adalah atheist.
Semasa muda ia merupakan anak favorit ibunya. Dia adalah satu-satunya anak (dari tujuh bersaudara)
yang memiliki lampu baca (sementara yang lain hanya menggunakan lilin sebagai penerang) untuk membaca pada malam hari dan
satu-satunya anak yang diberi sebuah kamar dan perabotan cukup memadai untuk menunjang keberhasilan sekolahnya. Freud
dikenal sebagai seorang pelajar yang jenius, menguasai 8 (delapan) bahasa dan menyelesaikan sekolah kedokteran pada
usia 30 tahun. Setelah lulus ia memutuskan
untuk membuka praktek di bidang neurologi.
Pada tahun 1900, Freud menerbitkan sebuah buku yang menjadi tonggak lahirnya aliran psikologi psikoanalisa.
Buku tersebut berjudul Interpretation of Dreams yang masih dikenal sampai hari ini. Dalam buku ini Freud memperkenalkan konsep
yang disebut "unconscious mind" (alam ketidaksadaran). Selama periode 1901-1905 dia menerbitkan beberapa buku, tiga diantaranya
adalah The Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their relation to the
Unconscious (1905).
Pada tahun 1902 dia diangkat sebagai profesor di University of Viena dan saat ini namanya mulai
mendunia. Pada tahun 1905 ia mengejutkan dunia dengan teori perkembangan psikoseksual (Theory of Psychosexual Development)
yang mengatakan bahwa seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak
mengalami ketertarikan dan kebutuhan seksual. Beberapa komponen teori Freud
yang sangat terkenal adalah:
·
The Oedipal Complex, dimana anak menjadi tertarik pada ibunya
dan mencoba mengidentifikasi diri seperti sang ayahnya demi mendapatkan perhatian dari ibu
·
Konsep Id, Ego, dan Superego
·
Mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanisms)
Istilah
psikoanalisa yang dikemukakan Freud sebenarnya memiliki beberapa makna yaitu: (1) sebagai sebuah teori kepribadian dan psikopatologi,
(2) sebuah metode terapi untuk gangguan-gangguan kepribadian, dan (3) suatu teknik untuk menginvestigasi pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaan individu yang tidak disadari oleh individu itu sendiri.
Sejak
the Psychoanalytic Society (Perhimpunan Masyarakat Psikoanalisa) didirikan pada tahun 1906, maka muncul beberapa ahli psikologi
yang dua diantaranya adalah Alfred Adler dan Carl Jung. Pada tahun 1909 Freud mulai dikenal di seluruh dunia ketika ia melakukan
perjalanan ke USA untuk menyelenggarkan Konferensi International pertama kalinya.
Freud
dikenal sebagai seorang perokok berat yang akhirnya menyebabkan dia terkena kanker pada tahun 1923 dan memaksanya untuk melakukan
lebih dari 30 kali operasi selama kurang lebih 16 tahun. Pada tahun 1933, partai Nazy di Jerman melakukan pembakaran terhadap
buku-buku yang ditulis oleh Freud. Dan ketika Jerman menginvasi Austria
tahun 1938, Freud terpaksa melarikan diri ke Inggris dan akhirnya meninggal di sana
setahun kemudian.
ALFRED BINET
(1857 - 1911)
Alfred
Binet dikenal sebagai seorang psikolog dan juga pengacara (ahli hukum). Hasil karya terbesar dari Alfred Binet di bidang psikologi
adalah apa yang sekarang ini dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Sebagai anggota komisi investigasi masalah-masalah
pendidikan di Perancis, Alfred Binet mengembangkan sebuah test untuk mengukur usia mental (the mental age atau MA) anak-anak
yang akan masuk sekolah. Usia mental tersebut merujuk pada kemampuan mental anak pada saat ditest dibandingkan pada anak-anak
lain di usia yang berbeda. Dengan kata lain, jika seorang anak dapat menyelesaikan suatu test atau memberikan respons secara
tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diperuntukan bagi anak berusia 8 (delapan) maka ia dikatakan telah memiliki usia
mental 8 (delapan) tahun.
Test
yang dikembangkan oleh Binet merupakan test intelegensi yang pertama, meskipun kemudian konsep usia mental mengalami revisi
sebanyak dua kali sebelum dijadikan dasar dalam test IQ. Pada tahun 1914, tiga tahun setelah Binet wafat, seorang psikolog
Jerman, William Stern, mengusulkan bahwa dengan membagi usia mental anak dengan usia kronological (Chronological Age atau
CA), maka akan lebih memudahkan untuk memahami apa yang dimaksud "Intelligence Quotient". Rumus ini kemudian direvisi oleh
Lewis Terman, dari Stanford University,
yang mengembangkan test untuk orang-orang Amerika. Lewis mengalikan formula yang dikembangkan Stern dengan angka 100. Perhitungan
statistik inilah yang kemudian menjadi definisi atau rumus untuk menentukan Intelligensi seseorang: IQ=MA/CA*100. Test IQ
inilah yang dikemudian hari dinamai Stanford-Binet Intelligence Test yang masih sangat populer sampai dengan hari ini.
ALFRED ADLER
(1870 - 1937)
Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Pebruari 1870 di Viena (Austria) dan wafat pada tanggal 28
Mei 1937 di Aberdeen (Skotlandia). Ia adalah seorang Yahudi yang lahir dari keluarga yang termasuk dalam status sosial ekonomi
kelas menengah pada saat itu. Semasa muda Adler mengalami masa-masa yang sangat sulit. Ketika ia berusia 5 tahun ia terkena
penyakit pneumonia (radang paru-paru) yang menurut dokter hampir mustahil untuk disembuhkan. Ketika mendengar kabar tersebut,
Adler berjanji jika ia bisa sembuh maka ia akan menjadi dokter dan bertekad untuk memerangi penyakit yang mematikan tersebut.
Akhirnya pada tahun 1895, setelah dinyatakan sembuh dari penyakitnya, ia benar-benar mewujudkan tekadnya dan berhasil meraih
gelar sarjana kedokteran dari University of Vienna. Ia akhirnya dikenal sebagai seorang ahli penyakit dalam.
Tahun 1898, ia menulis buku pertamanya yang memfokuskan pada pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari
sudut pandang individu sebagai pribadi bukan membagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Pada tahun 1902,
ia mendapat tawaran kerjasama dari Freud untuk bergabung dalam kelompok diskusi untuk membahas masalah psikopatologi. Adler
akhirnya ikut bergabung dan kemudian menjadi pengikut setia Freud, namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1907, Adler menulis sebuah paper berjudul "Organ Inferiority" yang menjadi pemicu rusaknya
hubungan Freud dengan Adler. Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan
organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis
inilah yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena mendorong manusia untuk melakukan kompensasi
(menutupi kelemahan). Adler juga tidak sependapat dengan teori psikoseksual Freud. Pada tahun 1911, Adler meninggalkan kelompok
diskusi, bersama dengan delapan orang koleganya, dan mendirikan sekolah sendiri. Sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan
Freud.
CARL JUNG
(1875 - 1961)
Carl Gustav Jung dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl (Switzerland) dan wafat pada tanggal
6 Juni 1961 di Kusnacht (Switzerland). Dimasa kanak-kanak Jung sudah sangat terkesan dengan mimpi, visi supernatural, dan
fantasi. Ia menyakini bahwa dirinya memiliki informasi rahasia tentang masa depan dan berfantasi bahwa dirinya merupakan
dua orang yang berbeda.
Jung lulus dari fakultas kedokteran di University of Basel dengan spesialisasi di bidang psikiatri
pada tahun 1900. Pada tahun yang sama ia bekerja sebagai assistant di rumah sakit jiwa Zurich yang membuatnya tertarik untuk
mengetahui lebih jauh tentang kehidupan para pasien schizophrenic yang akhirnya membawa Jung melakukan kontak dengan Freud.
Setelah membaca tulisan Freud yang berjudul Interpretation of Dreams, Jung mulai melakukan korespondensi dengan Freud.
Akhirnya mereka bertemu di rumah Freud di Vienna tahun 1907. Dalam pertemuan tersebut Freud begitu terkesan dengan kemampuan
intelektual Jung dan percaya bahwa Jung dapat menjadi juru bicara bagi kepentingan psikoanalisa karena ia bukan orang Yahudi.
Jung juga dianggap sebagai orang yang patut menjadi penerus Freud dan berkat dukungan Freud Jung kemudian terpilih sebagai
presiden pertama International Psychoanalytic Association pada tahun 1910. Namun pada tahun 1913, hubungan Jung dan Freud
menjadi retak. Tahun berikutnya, Jung mengundurkan diri sebagai presiden dan bahkan keluar dari keanggotaan assosiasi tersebut.
Sejak saat itu Jung dan Freud tidak pernah
saling bertemu.
JOHN WATSON
(1878 - 1958)
John Broades Watson dilahirkan di Greenville pada tanggal 9 Januari 1878 dan wafat di New York City
pada tanggal 25 September 1958. Ia mempelajari ilmu filsafat di University of Chicago dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun
1903 dengan disertasi berjudul "Animal Education". Watson dikenal sebagai ilmuwan yang banyak melakukan penyelidikan tentang
psikologi binatang.
Pada tahun 1908 ia menjadi profesor dalam psikologi eksperimenal dan psikologi komparatif di John
Hopkins University di Baltimore dan sekaligus menjadi direktur laboratorium psikologi di universitas tersebut. Antara tahun
1920-1945 ia meninggalkan universitas dan bekerja dalam bidang psikologi konsumen.
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah "Psychology as the Behaviourist view it" (1913). Menurut Watson
dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran
yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari
ilmu pasti atau ilmu alam. Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan-penyelidikan tentang tingkahlaku
yang nyata saja. Meskipun banyak kritik terhadap pendapat Watson, namun harus diakui bahwa peran Watson tetap dianggap penting,
karena melalui dia berkembang metode-metode obyektif dalam psikologi.
Peran
Watson dalam bidang pendidikan juga cukup penting. Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkahlaku.
Ia percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai
sifat-sifat tertentu. Ia bahkan memberikan ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut, dengan mengatakan:
"Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya".
MAX WERTHEIMER
(1880 - 1943)
Max
Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880 dan wafat pada tanggal 12 Oktober 1943 di New York. Max Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt bersama-sama dengan
Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Max mempelajari imu hukum selama beberapa tahun sebelum akhirnya dia mendapatkan gelar Ph.D.
di bidang psikologi. Dia kemudian diangkat
menjadi professor dan sempat bekerja di beberapa universitas di Jerman sebelum hijrah ke Amerika Serikat karena terjadi perang
di benua Eropa pada tahun 1934. Di Amerika ia bekerja di New
School for Research di New York city
sampai akhir hayatnya.
Pada
tahun 1910, ketika berusia 30 tahun, Max memperlihatkan ketertarikannya untuk meneliti tentang persepsi setelah ia melihat
sebuah alat yang disebut "stroboscope" (benda berbentuk kotak yang diberi alat untuk melihat ke dalamkotak tersebut) di toko
mainan anak-anak. Setelah melakukan beberapa penelitian dengan alat tersebut, dia mengembangkan teori tentang persepsi
yang sering disebut dengan teori Gestalt.
Dalam
bukunya yang berjudul "Investigation of Gestalt Theory" (1923), Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt sebagai berikut:
·
Hukum Kedekatan (law of proximity): hal-hal yang saling berdekatan
dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
·
Hukum Ketertutupan (law of closure): Hal-hal yang cenderung
menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
·
Hukum Kesamaan (law of equivalence): hal-hal yang mirip satu
sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.
HENRY A. MURRAY
(1893 - 1988)
Henry
Alexander Murray dilahirkan di New York pada tanggal 13
Mei 1893 dan meninggal pada tahun 1988. Sama seperti pandangan psikoanalisa, Henry Murray juga berpendapat bahwa kepribadian
akan dapat lebih mudah dipahami dengan cara menyelidiki alam ketidaksadaran seseorang (unconscious mind). Murray
menjadi professor psikologi di Harvard University
dan mengajar disana lebih dari 30 tahun.
Peranan Murray di bidang psikologi adalah dalam bidang diagnosa kepribadian dan teori kepribadian.
Hasil karya terbesarnya yang sangat terkenal adalah teknik evaluasi kepribadian dengan metode proyeksi yang disebut dengan
"Thematic Apperception Test (TAT)". Test TAT ini terdiri dari beberapa buah gambar yang setiap gambar mencerminkan suatu situasi
dengan suasana tertentu. Gambar-gambar ini satu per satu ditunjukkan kepada orang yang diperiksa dan orang itu diminta untuk
menyampaikan pendapatnya atau kesannya terhadap gambar tersebut. Secara teoritis dikatakan bahwa orang yang melihat gambar-gambar
dalam test itu akan memproyeksikan isi kepribadiannya dalam cerita-ceritanya.
JEAN PIAGET
(1896 - 1980)
Jean Piaget dilahirkan di Neuchatel (Switzerland) pada tahun 1896 dan meninggal di Geneva dalam usia
84 tahun pada tahun 1981. Pada usia 10 tahun ia sudah memulai karirnya sebagai peneliti dan penulis. Piaget sangat tertarik
pada ilmu biology dan ia menulis paper tentang albino sparrow (burung gereja albino) yang semakin membuatnya tertarik untuk
mendalami ilmu alam.
Piaget memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1918 di universitas Neuchatel dalam bidang ilmu hewan. Pada
tahun 1925 ia mulai menunjukkan minatnya pada bidang filsafat dan pada tahun 1929 ia diangkat menjadi profesor dalam "Scientific
Thought" di Jeneva. Ia mulai terjun dalam dunia psikologi pada tahun 1940 dengan menjadi direktur laboratorium psikologi di
Universitas Jeneva. Lalu kemudian ia juga terpilih sebagai ketua dari "Swiss Society for Psychologie".
Piaget adalah seorang tokoh yang amat penting dalam bidang psikologi perkembangan. Teori-teorinya
dalam psikologi perkembangan yang mengutamakan unsur kesadaran (kognitif) masih dianut oleh banyak orang sampai hari ini.
Teori-teori, metode-metode dan bidang-bidang penelitian yang dilakukan Piaget dianggap sangat orisinil, tidak sekedar melanjutkan
hal-hal yang sudah terlebih dahulu ditemukan orang lain.
Selama masa jabatannya sebagai profesor di bidang psikologi anak, Piaget banyak melakukan penelitian
tentang Genetic Epistemology (ilmu pengetahuan tentang genetik). Ketertarikan Piaget untuk menyelidiki peran genetik dan perkembangan
anak, akhirnya menghasilkan suatu mahakarya yang dikenal dengan nama Theory of Cognitive Development (Teori Perkembangan Kognitif).
Dalam teori perkembangan kognitif, Piaget mengemukakan tahap-tahap yang harus dilalui seorang anak
dalam mencapai tingkatan perkembangan proses berpikir formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang psikologi
tetapi juga sangat besar pengaruhnya di bidang pendidikan.
CARL ROGERS
(1902 - 1987)
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla, California,
pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai
buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia
memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi
klinis pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty
to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa
berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan
satu tulisan berjudul "The Clinical Treatment of the Problem Child", yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor
pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological
Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan
tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini
bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan
jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien.
Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode
konseling yang disebut Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered Therapy(1951)
dan On Becoming a Person (1961).
ERIK ERIKSON
(1902 - 1994)
Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1902. Ayahnya adalah seorang keturunan
Denmark dan Ibunya seorang Yahudi. Erikson belajar psikologi pada Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic
Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan
psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika serikat dan menjadi warga negara tersebut,
dimana ia sempat mengajar di beberapa universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley.
Erik Erikson sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak. Berangkat dari teori
tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan
teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Dia mengembangkan teori yang disebut theory of
Psychosocial Development (teori perkembangan psikososial) dimana ia membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan
tahapan.
Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya
adalah: (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1964), dan
Identity: Youth and Crisis (1968).
BURRHUS F. SKINNER
(1904 - 1990)
Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania, pada tahun
1904 dan wafat pada tahun 1990 setelah terserang penyakit leukemia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh disiplin
dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
Skinner mendapat gelar Bachelor di Inggris dan berharap bahwa dirinya dapat menjadi penulis. Semasa
bersekolah memang ia sudah menulis untuk sekolahnya, tetapi ia menempatkan dirinya sebagai outsider (orang luar), menjadi
atheist, dan sering mengkritik sekolahnya dan agama yang menjadi panutan sekolah tersebut. Setelah lulus dari sekolah tersebut,
ia pindah ke Greenwich Village di New York City dan masih berharap untuk dapat menjadi penulis dan bekerja di sebuah surat
kabar.
Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan sekolahnya dan memperoleh gelar sarjana psikologi dari Harvard
University. Setahun kemudian ia juga memperoleh gelar doktor (Ph.D) untuk bidang yang sama. Pada tahun 1945, ia menjadi
ketua fakultas psikologi di Indiana University dan tiga tahun kemudian ia pindah ke Harvard dan mengajar di sana sepanjang
karirnya. Meskipun Skinner tidak pernah benar-benar menjadi penulis di surat kabar seperti yang diimpikannya, ia merupakan
salah satu psikolog yang paling banyak menerbitkan buku maupun artikel tentang teori perilaku/tingkahlaku, reinforcement dan
teori-teori belajar.
Skinner adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan Freud. Menurut Skinner meneliti ketidaksadaran
dan motif tersembunyi adalah suatu hal yang percuma karena sesuatu yang bisa diteliti dan diselidiki hanya perilaku yang tampak/terlihat.
Oleh karena itu, ia juga tidak menerima konsep tentang self-actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan
suatu ide yang abstrak belaka.
Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya untuk mengembangkan teori
tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa perkembangan kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai
akibat dari respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi seperti apa yang kita inginkan karena
mendapatkan reward dari apa yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk membentuk kepribadian
seseorang adalah melalui Reward & Punishment. Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur seperti emosi,
pikiran dan kebebasan untuk memilih sehingga Skinner menerima banyak kritik.
ABRAHAM MASLOW
(1908 - 1970)
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam usia
62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan
dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa
bahwa dirinya amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya.
Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan
kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang
studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada
tahun 1934.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia
tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah
teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis)
sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut
adalah sebagai berikut:
Kebutuhan untuk aktualisasi diri |
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
|
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
|
Kebutuhan fisiologis / dasar
|
Hirarki Kebutuhan Maslow
HANS EYSENCK
(1916 - 1997)
Hans
Jurgen Eysenck dilahirkan di Berlin, Jerman, pada tahun
1916. Kedua orangtuanya adalah selebritis yang sangat berharap bahwa Eysenck kelak dapat menjadi seorang aktor. Pada usia
2 tahun Eysenck terpaksa dibesarkan oleh neneknya karena orangtuanya bercerai.
Setelah
tamat SMU Eysenck memutuskan untuk melanjutkan sekolah di luar negeri karena ia merasa tidak senang dengan Regim Nazi. Ia
memang meninggalkan Jerman dan akhirnya menetap di Inggris, dimana ia memperoleh gelar Ph.D. di bidang psikologi dari
University of London.
Sejak saat itu ia telah menulis lebih dari 50 buku dan 600 artikel penelitian dengan berbagai topik. Oleh sebab itu,
oleh para pengkritiknya ia sering dianggap sebagai seorang yang serba bisa dan ahli membuat teori (meskipun banyak juga teori
yang didukung oleh hasil penelitiannya).
Eysenck adalah seorang ahli teori biologi dan hal ini membuatnya terinspirasi untuk melakukan penelitian
pada komponen-komponen biologis dari kepribadian. Dia mengatakan bahwa intelegensi merupakan sesuatu yang diturunkan sejak
lahir. Ia juga memperkenalkan konsep ekstroversi (introversi-ekstraversi) dan neurotisme (neurotik-stabil) sebagai dua dimensi
dasar kepribadian. Dia percaya bahwa karakteristik kepribadian dapat diuraikan berdasarkan dua dimensi tersebut, yang disebutnya
dengan "Supertraits".
ALBERT BANDURA
(1925 -
)
Albert Bandura dilahirkan pada tahun 1925 di Alberta, Canada. Dia memperoleh gelar Master di bidang
psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doktor (Ph.D). Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford
University.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory), salah satu
konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura
menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun
1972.
Sumber:
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1986. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi. Bulan Bintang:
Jakarta.
Hjelle, Larry A. & Ziegler, Daniel
J. 1992. Personality Theory. McGraw-Hill International:
NY
Kepribadian: Enneagram
Manusia
selalu tertarik (atau.. sering gak kenal) dengan dirinya sendiri. Macem-macem yang manusia buat.. bikin pengelompokan sifat-sifat,
ngukur-ngukur intelejensia—dari kemampuan matematika sampai spiritual—IQ, EQ, SQ, dan Q-Q lainnya. Ada yang menarik saya beberapa
hari yang lalu di toko buku bagian psikologi. Di sana ada buku yang bertitel Enneagram. Pinging tahu.. saya baca.. menurut
penulisnya, manusia dikelompokkan dalam 9 tipe. Yang mana tipe Anda?
1 Si Visioner:
Rasional dan Idealis
Tipe ini sangat mematuhi aturan, punya tujuan/ideal/pedoman
yang jelas, menguasai-diri, dan perfeksionis abis! Ketakutan terbesar: tampak buruk/jahat dan tak sempurna. Kebutuhan dasar:
menjadi orang yang sempurna, punya integritas, menjadi seimbang.
Varian tipe
ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-2, menjadi Sang Pengacara yang detail dan tajam hingga condong ke sayap-9,
menjadi Idealis.
Bila tertekan/stress, tipe-1 yang sangat kaku (metodis) ini
menjadi moody dan gampang tersinggung seperti tipe-4 yang Perasa. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-1 yang pemarah
dan kritis ini akan lebih spontan dan ceria seperti tipe-7 yang Bersemangat.
2
Sang Penolong: Penyayang dan Interpersonal
Tipe ini gemar berbagi, menunjukkan
apa yang dirasakannya kepada orang lain, berusaha menyenangkan orang lain dan posesif. Ketakutan terbesar: merasa tidak diperlukan,
tak cukup berharga untuk dicintai. Kebutuhan dasar: merasa dicintai.
Varian
tipe ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-1, menjadi Sang Pelayan yang selalu siap sedia hingga condong ke
sayap-3, menjadi Sang Tuan Rumah yang memiliki segalanya untuk membantu.
Bila
tertekan/stress, tipe-2 yang selalu ingin dibutuhkan ini menjadi agresif dan mendominasi seperti tipe-8 yang Berkuasa. Tapi
bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-2 yang bangga-diri dan sering berpura-pura ini akan lebih menyayangi diri dan menyadari
keinginan juga perasaannya seperti tipe-4 yang Halus.
3 Si Jawara: Mengejar
Sukses dan Pragmatik
Tipe ini mudah beradaptasi, selalu berusaha menunjukkan
kemampuan terbaiknya, punya keinginan yang kuat untuk mengapai sesuatu dan sangat memperhatikan 'penampilan'. Ketakutan terbesar:
gagal dan tidak berguna. Kebutuhan dasar: berharga dan penting.
Varian tipe
ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-2, menjadi Orang Baik-baik yang menawan hingga condong ke sayap-4, menjadi
Profesional Sejati yang flamboyan.
Bila tertekan/stress, tipe-3 yang berkeinginan
keras ini menjadi cuek dan bebas seperti tipe-9 yang 'Tak Perduli'. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-3 yang
sering memperdaya ini akan lebih bisa bekerja sama dan berkomitmen seperti tipe-6 yang 'Setia'.
4 yang Romantis: Perasa dan Menikmati Kesendirian
Tipe ini ekspresif,
hidup bagai dalam drama, individualis dan tempramental. Ketakutan terbesar: tidak punya status/identitas yang tegas atau merasa
diri tak diinginkan. Kebutuhan dasar: menemukan peran dan posisinya (untuk menciptakan identitas).
Varian tipe ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-3, menjadi Sang Aristrokrat yang agung hingga
condong ke sayap-5, menjadi Bohemian yang punya hidup unik.
Bila tertekan/stress,
tipe-4 yang menjaga jarak ini berubah jadi terlalu ikut campur dan bergantung seperti tipe-2 yang Selalu Ingin Terlibat. Tapi
bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-4 yang pencemburu dan emosinya bagai roller coaster ini akan lebih objektif dan
bermoral seperti tipe-1.
5 Si Detektif: Intens dan Pemikir
Tipe ini tajam, intelektual, inovatif, menyimpan rahasia dan suka mengisolasi diri. Ketakutan terbesar: merasa
tak bisa mengerjakan sesuatu, tak bisa membantu, atau tak terampil. Kebutuhan dasar: mampu dan berkompeten.
Varian tipe ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-4, menjadi Iconoclast yang tak tak segan menyerang
idola orang banyak hingga yang condong ke sayap-6, menjadi Pemecah Masalah.
Bila
tertekan/stress, tipe-5 yang mandiri ini tiba-tiba menjadi hiperaktif dan tidak fokus mirip tipe-7 yang selalu Bersemangat
pada banyak hal. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-5 yang rakus ini akan lebih percaya diri dan tegas mengambil
keputusan seperti tipe-8 yang gemar Bertualang.
6 yang Tak Pernah Ingkar:
Berkomitmen dan Mencari Rasa Aman
Tipe ini menawan dan menarik perhatian, bertanggung
jawab, gelisah dan selalu curiga. Ketakutan terbesar: merasa tak didukung dan tak punya petunjuk apa yang harus dilakukan.
Kebutuhan dasar: rasa aman dan penyemangat dari luar.
Varian tipe ini dapat
berkisar dari sifat yang condong ke sayap-5, menjadi Pelindung yang serba detail mengawasi hingga yang condong ke sayap-7,
Sahabat Sejati.
Bila tertekan/stress, tipe-6 yang penuh rasa taggung jawab
ini tiba-tiba menjadi kompetitif dan arogan seperti tipe-3 yang Keras. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-6 yang
selalu ketakutan dan pesimistik ini akan lebih santai dan agak optimistik seperti tipe-9 yang Damai.
7 yang Selalu Semangat: Sibuk dan Suka Bersenang-senang
Tipe
ini berpembawaan spontan, mudah sekali memasuki lingkungan baru, sangat materialistik dan tidak fokus. Ketakutan terbesar:
kekurangan materi atau keuntungan dan menderita/sakit/luka. Kebutuhan dasar: terpuaskan dan kebutuhannya terpenuhi.
Varian tipe ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-6, menjadi Penghibur yang menyenangkan hingga
condong ke sayap-8 yang Realis.
Bila tertekan/stress, tipe-7 yang tak fokus
ini tiba-tiba menjadi perfeksionistik dan kritis seperti tipe-1 yang Kaku. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-7
yang gemar menyantap yang enak-enak ini akan lebih fokus dan tertarik pada kehidupan seperti tipe-5.
8 Sang Petualang: Perkasa dan Mendominasi
Tipe ini sangat percaya
diri, pemberi solusi, punya keinginan kuat dan sering menantang orang lain. Ketakutan terbesar: disakiti dan dikendalikan
pihak lain. Kebutuhan dasar: melindungi/menguasai diri dan nasibnya sendiri.
Varian
tipe ini dapat berkisar dari sifat yang condong ke sayap-7 yang Pemberontak hingga condong ke sayap-9 yang Manis.
Bila tertekan/stress, tipe-8 yang penuh percaya diri ini tiba-tiba menjadi tertutup dan takut seperti tipe-5
yang Isolatif itu. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-8 yang seksual dan mengendalikan ini akan lebih terbuka
dan penyayang seperti tipe-2.
9 Si Santai: Asyik dan Mengecilkan Diri
Tipe ini sangat terbuka, mudah menghilangkan kegelisahan/ketakutan orang lain, penurut namun sering tak hirau
pada pencapaian orang lain (dengan mengatakan ia pun bisa melakukan yang seperti itu). Ketakutan terbesar: kehilangan dan
perpisahan. Kebutuhan dasar: diri yang tak bergejolak.
Varian tipe ini dapat
berkisar dari sifat yang condong ke sayap-8 menjadi Wasit yang memastikan 'permainan' berlangsung dengan baik hingga condong
ke sayap-1 yang Pemimpi.
Bila tertekan/stress, tipe-9 ini tiba-tiba menjadi
gelisah dan takut seperti tipe-6 yang Penggelisah. Tapi bila merasa nyaman (dengan dirinya), tipe-9 yang pemalas/penunda-nunda
dan rendah diri perduli pada perkembangan diri dan lebih berenergi seperti tipe-3.
FENOMENOLOGI
By: Piarman, dkk
- Pendahuluan
Pada awal abad XX muncul dua gerakan filsafat
baru dan orisinal, yaitu fenomenologis dan eksistensialisme. Kedua gerakan ini
berkaitan erat baik secara historis maupun secara konseptual. Setelah berkembang dan menyebar dengan pesat, kedua gerakan
ini tersebut menjadi yang paling berpengaruh pada abab ini. Pengaruhnya ini memasuki lapangan-lapangan ilmu lainnya seperti,
psikologi, antropologi, hukum, teologi, sosiologi, seni, sastra dan psikiatri (Misiak,2005).
Gerakan Fenomenologi berkembang di Jerman, yang pengembangannya dipelopori oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Dia lahir di Moravia, sebuah kota
yang waktu itu termasuk wilayah Kekaisaran Austria,
dan sekarang berada di wilayah Cekoslowakia. Dari tahun 1876 hingga tahun 1878 Husserl belajar di Leipzig, dimana ia mendengar kuliah Wundt tentang psikologi. Pada tahun 1884 dan memusatkan
perhatiannya pada studi filsafat di bawah bimbingan Franz Brentano.
Ajaran Brentano inilah yang menyuburkan pemikiran Husserl dan mengarahkannya pada pengembangan
fenomenologi. Oleh karena gagasan filosofi Brentano merupakan benih bagi filsafat baru ini, maka pantas Brentano ini disebut
sebagai pelopor lahirnya gerakan fenomenologi. Akan tetapi fenomenologi tidaklah seluruhnya identik dengan filsafat Husserl,
karena dengan berlalunya waktu berbagai orientasi fenomenologi yang terpisah telah berkembang, beberapa diantaranya keluar
bahkan bertentangan dengan pemikiran Husserl. Fenomenologi bukanlah suatu aliran
atau doktrin dalam arti sekumpulan ajaran tertentu. Lebih tepat apabila menyebut fenomenologi ini sebagai suatu gerakan yang
mencakup berbagai doktrin yang memiliki inti umum.
- Pengertian Fenomenologis
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata : phenomenon (jamak :
phenomena), dan logos. Dari sudut bahasa, istilah phenomenon bisa diartikan sebagai penampilan, yaitu penampilan sesuatu yang
menampilkan diri. Dalam psikologi, fenomena biasanya didefinisikan sebagai data dari pengalaman yang dapat diamati dan dijabarkan
oleh subjek yang mengalami pada suatu waktu.
Dan dalam ilmu filsafat fenomena pada umumnya diartikan sebagai penampilan sesuatu yang kontras dengan
sesuatu itu sendiri. Fenomenologi dalam arti luas adalah suatu filsafat yang
berpegang pada motto Husserl “kembali kepada berbagai hal itu sendiri”
yang bisa diartikan sebagai deskripsi yang bisa dipercaya dan tak menyimpang tentang kesegaran kesadaran (Misiak,2005).
Dalam definisi lainnya juga disebutkan fenomenologi merupakan teori tentang fenomena, yang mempelajari
apa yang tampak atau yang menampakkan diri (Biyanto, 2006). Dalam pendekatan mazhab ketiga, fenomenologi berkonsentrasi pada
studi tentang fenomena yang dialami oleh individu, dengan penekanan pada bagaimana tepatnya suatu fenomenon terjadi pada individu
yang mengalaminya terkait kekhususannya dan kekonkretannya(Breman, 2006).
Husserl sebagai pelopor gerakan fenomenologi menyatakan bahwa fenomenologi adalah ilmu pengetahuan
tentang fenomena, tentang objek-objek sebagaiamana objek-objek itu dialami atau menghadirkan diri dalam kesadaran kita (Misiak,2005).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fenomenologis berkaitan dengan fenomena, instuisi langsung, kesadaran dan pengalaman
yang dialami oleh individu yang dapat diamati dan diinterpretasikan.
- Metode Fenomenologis
Metode fenomenologis terdiri dari pengujian terhadap apa saja ditemukan dalam kesadaran. Sasaran utama metode fenomenologis
bukanlah tindakan kesadaran, melainkan objek dari kesadaran, seperti segala hal yang
dipersepsi, dibayangkan, diragukan atau disukai. Tujuan utamanya adalah menjangkau esensi-esensi hal-hal tertentu yang hadir
dalam kesadaran.
Spiegelberg dalam bukunya Phenomenologi Movement (1971) menjelaskan metode fenomelogis yang paling mendasar dan digunakan
secara luas adalah deskripsi fenomenologis. Deskripsi fenomenologis ini bisa dibedakan kedalam tiga fase, yaitu :
- Mengintuisi artinya
mengkonsentrasikan secara intens atau merenungkan fenomena.
- Menganalisis, artinya menemukan berbagai unsur atau bagian-bagian
pokok dari fenomena dan pertaliannya.
- Menjabarkan, yaitu menguraikan fenomena yang telah diintuisi dan dianalisis,
sehingga fenomena itu bisa dipahami oleh orang lain (Misiak,2005).
Langkah yang lainnya dari metode fenomenologis adalah Wessenschau, yaitu ”pemahaman terhadap
esensi-esensi”, dan pengalaman atau kognisi tentang esensi-esensi. Contoh, survey corak bayangan merah” mengarahkan
kita pada pencapaian esensi kemerahan. Syarat utama bagi keberhasilan penggunaan metode fenomenologis adalah membebaskan diri dari praduga-praduga. Menurut keyakinan
Husserl, pencapaian esensi-esensi fenomena itu merupakan prasyarat dan landasan yang diperlukan oleh segenap ilmu pengetahuan
empiris, termasuk psikologi.
Sebagai suatu metodologi, fenomenologi terbuka
bagi segala sesuatu yang penting bagi pemahaman tentang suatu fenomenon. Subjek yang mengalami fenomenon perlu merasakannya
dengan tepat seperti yang tampak dalam kesadaran, tanpa penilaian terlebih dahulu, bias, atau kecenderungan atau orientasi
yang telah ada sebelumnya. Tujuan metode ini adalah :
- Pembatasan struktur
fenomena sebagaimana yang muncul;
- Peneyelidikan
tentang asal usul atau basis fenomena sesuai dengan yang dialami;
- Penekanan
pada berbagi kemungkinan cara mempersepsi semua fenomena (Breman,
2006).
Tugas fenomenologi adalah menyelidiki proses-proses
intuisi, refleksi dan deskripsi. Fenomenologi tidak dimanipulasi, tetapi dibiarkan untuk menunjukkan dirinya. Substansi dari
fenomenologi terdiri dari data pengalaman dan apa maknanya bagi individu yang mengalaminya. Fenomenologi menolak reduksionisme
yang terdapat dalam berbagai metode empiris dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam. Fenomenologi lebih memfokuskan pada signifikansi
dan relevansi fenomena dalam kesadaran dan perspektif individu secara utuh.
D. Pandangan
Fenomenologis
Menurut aliran ini, untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan adalah dengan menggunakan intuisi langsung,
karena dapat dijadikan kriteria terakhir dalam filsafat. Fenomenologi merupakan teori tentang fenomena, yang mempelajari apa
yang tampak atau yang menampakkan diri (Biyanto, 2006).
Tujuan Husserl adalah menemukan filsafat ilmu pengetahuan, dan metodologi yang berhubungan,
yang akan sama ketatnya dengan metode empiris tanpa perlu perlu mereduksi subjek pembahasan menjadi elemen-elemen pembentuk.
Husserl membedakan pengetahuan menjadi dua cabang umum yaitu:
- Ilmu pengetahuan
alam tradisonal, yang mencakup berbagai disiplin yang mempelajari pengetahuan individu tentang dunia fisik yang mengarahkan
manusia pada lingkungan.
- Ilmu pengetahun
filsafat, studi tentang pengalaman individu tentang dirinya sendiri sebagai subjek pembahasan, yang mengarahkan individu ke
dalam dirinya.
Bagi Husserl, kesadaran tidak eksis sebagai
agen mental abstrak atau tempat penyimpanan pengalaman. Kesadaran diartikan sebagai individu yang menyadari tentang sesuatu,
yaitu kesadaran eksis sebagai pengalaman individu tentang suatu objek.
Untuk mempelajari kesadaran, Husserl memperkenalkan
metode reduksi fenomenologis, yang bukan merupakan pendekatan empiris dan elementaristik yang mereduksi peristiwa-peristiwa
psikologis menjadi bagian-bagiankomponen, melainkan cara untuk menangkap citra utama kesadaran dengan menembus lapisan-lapisan
penglaman.
Ia menggambarkan tiga tipe reduksi fenomenologis sebagai berikut
:
- Pengelompokan kemenjadian,
yang menjelaskan hubungan dalam suatu pengalaman antara individu dan objek kesadaran
sambil mempertahankan keutuhan esensial pengalaman.
Sebagai contoh, pengalaman yang digambarkan dalam ”Saya melihat
anjing” dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(Subjek)
(tindakan mengalami)
(Saya)
(Melihat)
(Anjing)
(pengalaman)
(objek pengalaman)
- Hubungan
dunia budaya dengan suatu pengalaman langsung. Tipe reduksi ini memahami asimilasi dan sikap yang diperoleh dan diikuti oleh
masyarakat, yang mengakibatkan berbagai moda budaya menghasilkan rangkaian kontekstual berkelanjutan dalam pengalaman.
- Reduksi
transendental, yang menuntun individu dari dunia femomenal pengalaman spesifik ke level subjektivitas yang berada di atas
realitas saat ini ke suatu level integratif keutuhan pengalaman (Breman,
2006).
Dengan demikian, Husserl berupaya memberikan
suatu alternatif bagi reduksionisme elementaristik pendekatan-pendekatan empiris ke dalam model ilmu pengetahuan alam. Tokoh
fenomenologi lainnya adalah Martin Heidegger (1889-1976), yang merupakan asisten Husserl di Freiburg, yang memperluas interpretasi
fenomenologi tersebut. Salah satu karya utama dari Heidegger ini adalah Being and Time (1927), yang didedikasikan bagi Husserl,
namun karya tersebut berisi benih-benih
ketidaksepakatan mereka.
Pada intinya, Husserl menekankan studi
filsafat sebagai kajian tentang kesadaran, sedangkan Heidegger menekankan filsafat sebagai studi kemenjadian.Ia membedakan
antara kemenjadiann sebagai kata benda dan kemenjadian sebagai kata kerja. Fenomenologi telah memungkinkan fenomena dapat
dipahami, jika tidak memaksanya menjadi struktur-struktur yang telah ditetapkan sebelumnya.
Heidegger mengkategorikan eksistensi manusia
dalam tiga sifat dasar yang saling berinteraksi, yaitu :
1. Suasana hati (mood) atau perasaan
Manusia tidak memiliki
suasana hati, mereka adalah suasana hati itu sendiri (kita adalah kebahagiaan, kita adalah kesedihan)
2. Pemahaman
Eksistentensi manusia harus dikaji sebagai upaya memahami kemenjadian
kita. Heidegger menggambarkan upaya tersebut sebagai berdiri terbuka di hadapan dunia sehingga kita dapat menginternalisasi
konirmasi kita tentang kebenaran atau kepalsuan pengalaman kita, yang dengan demikian kita menjadi diri yang sejati.
3. Percakapan
Berakar dalam keheningan internal individu, percakapan sebagai
bahasa menjadi alat untuk mengetahui tentang diri kita sebagai wujud hidup(Breman, 2006).
Salah satu konsep Husserl adalah life world (dunia hidup), yaitu
dunia pengalaman sehari-hari. Keberangkatannya berangkat dari afirmasi-afirmasi :
- Pemeriksaan
filosofis tidak bisa dimulai kecuali dari fenomena, sebab hanya fenomena itulah yang tersedia bagi kita dan hanya fenomena
itulah bahan yang bisa segera kita digunakan.
- Hanya fenomena
itulah yang membukakan kepada kita, apa esensi sesuatu itu.
Menurut Husserl, pendekatan yang mungkin untuk mengetahui
berbagai hal (fenomena) adalah mengeksplorasi kesadaran manusia. Jadi fenomenologi pada prinsipnya adalah eksplorasi yang
sistematik dan penuh atas kesadaran manusia (Misiak,2005).
Konsep lain yang dikemukaan adalah tentang intensionalitas kesadaran.
Konsep ini mengkitik teori dualistik Descartes terhadap manusia dan dunia. Dengan dualismenya Descartes memisahkan subjek
dari objek yang disadarinya. Husserl berusaha untuk menutup jurang dikotomi yang ditimbulkan oleh dualisme Husserl itu dengan menggunakan kosep yang diambil dari Brentano, yaitu kosep instensionalitas kesadaran. Busserl menyebutkan bahwa ciri yang esensial dari kesadaran intensional, yakni kesadaran itu selalu mengarah
atau menuju kepada sesuatu : objek yang menjadi isinya.
Pandangan Fenomenologis dalam mempersepsi dunia, realitas sosial, memandang
esensi manusia dan ilmu pengetahuan diantaranya :
1. Realitas Sosial
Ø Bersifat Subjektive
Ø Diciptakan, bukan ditemukan
Ø Diinterpretasikan
2. Manusia
· Memberikan arti pada dunia
· Tidak dibatasi hukum dari luar diri
· Menciptkan rangkaian makna
3. Ilmu Pengetahuan
v Didasari pengetahuan common sense
v Menggunakan pendekatan induktif
v Ilmu bersifat idiografis
v Ilmu tidak bebas nilai
v Didasari pada pemahaman dan interpretasi
4. Tujuan Penelitian
Ø Menekankan pada makna dan pemahaman
Ø Memahami kehidupan sosial
Ø Meninterpretasi dunia
E. Penerapan Fenomenologis dalam Psikologi
Sebagai sebuah pandangan
psikologi kontemporer, pandangan fenomenologis terkait erat dengan dasar-dasar filsafatnya. Psikolologi fenomenologis umumnya
merupakan merupakan penerapan prinsip-prinsip filsafat, biasanya dalam situasi yang bersifat terapi klinis.
Prinsip-prinsip fenomenologis
yang diterapkan dalam ilmu psikologi itu antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Manusia dipandang sebagai
individu yang eksis sebagai yang menentukan dunia. Setiap eksisitensi manusia adalah unik dan mencerminkan persepsi, sikap
dan nilai-nilai individual.
2. Individu harus diperlakukan sebagai produk perkembangan pribadi, bukan sebagai wujud kesatuan
umum manusia. Dan
psikologi harus berkaitan dengan pengalaman individual dalam kesadaran untuk memahami eksistensi manusia.
3. Manusia menjalani hidup dengan berjuang untuk melawan depersonalisasi
eksistensi oleh masyarakat, yang mengakibatkan keterasingan, kesepian dan kecemasan subjektif.
4. Fenomenologi sebagi sebuah metode memungkinkan pengujian terhadap
individu yang sedang mengalami suatu pengalaman (Breman, 2006).
Ada
dua tokoh psikologi yang terkenal sebagai pendukung pendekatan fenomenologis dalam psikologi, yaitu Maurice Merleau-Ponty
dan Ludwig Binswanger. Berikut kami ungkapkan beberapa pandangan mereka tentang fenomenologis dalam psikologi.
1) Maurice Marleau-Ponty (1908-1961)
Dalam
karya yang paling terkenal, Phenomenology of Perception (1944), Merleau-Ponty menggambarkan psikologi sebagai studi tentang
individu dan hubungan sosial sebagaimana hubungan tersebut secara khusus menghubungkan kesadaran dan alam. Ponty berpendapat
bahwa manusia bukanlah sebuah kesadaran yang meiliki karakteristik namun manusia adalah sumber absolut eksistensi. Individu
tidak memerlukan eksistensi dari peristiwa-peristiwa fisik yang terjadi sebelumnya.
Malahan, manusia berkembang ke arah lingkungan dan mempertahankan berbagai peristiwa fisik dengan dengan memasukkan aspek-aspek
lingkungan ke dalam eksistensinya. Oleh karenanya, psikologi merupakan studi tentang intensionalitads individual. Setiap niat
adalah perhatian dan kita tidak dapat mmperhatikan sesuatu, kecuali jika kita mengalaminya.
Ponty
menyampaikan tiga pertanyaan utama yang dihadapi psikologi modern, yaitu :
1. Apakah manusia merupakan organisme yang aktif atau reaktif ?
2. Apakah aktivitas ditentukan secara internal atau eksternal?
3. Apakah aktivitas psikologis bersumber dari internal, dan dapatkah
pengalaman subjektif dipertemukan dengan ilmu pengetahuan?
Ponty
berpendapat bahwa metode empiris positivistik tidak dapat menjelaskan proses-proses manusia. Subjek pembahasan utama psikologi
haruslah pengalaman, yang bersifat pribadi dan individual yang terjadi dalam diri manusia.
Kesimpulannya, bahwa pendekatan yang tepat digunakan dalam psikologi adalah
mempelajari rahasia- persepsi diri, yang hanya dapat dicapai melalui metode deskriptif
fenomenologi.
2) Ludwig Binswanger
Binswanger
berupaya mengintegrasikan fenomenologi terutaman karya-karya Husserl dan Heidegger dengan psikoanalisis. Menggunakan konsep
Heidegger tentang kemenjadian individu di dunia, Binswanger menyebut pendekatannya dengan daseins-analyse. Ia berpendapat
bahwa reduksionisme metode ilmu pengetahuan alam tidak memadai, ia kemudian berpaling pada fenomenologi untuk memberikan penjelasan
lengkap tentang aktivitas mental.
Tujuannya
adalah membuat terapis untuk memahami dunia pasien sesuai pengalaman pasien itu sendiri. Ia membatasi penggunaan analisisnya
pada pengalaman saat ada dalam kesadaran, dan ia meyakini bahwa analisis tersebut
harus mengungkap struktur-struktur fenomena yang diinterpretasi oleh setiap konteks makna yang ditetapkan secara individual
oleh setuap pasien. Struktur makna fenomenal menggambarkan orientasi setiap individu dalam dunianya terkait proses-proses
pikiran, rasa tahut dan kecemasan, serta hubungan sosial.
.
DAFTAR PUSTAKA
Biyanto. (2006). "Hubungan Agama dan Fisafat di Barat" Artikel Ilmiah 6774.
Breman, J. F. (2006). Sejarah dan Sistem Psikologi (N. S.
Fajar, Trans. Enam ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Misiak, Henryk & Sexton, Virginia Staudt.2005. Psikologi
Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik Suatu Survai Historis: Refika Aditama.
Drijarkara, SJ (1966), Pertjikan Filsafat. PT. Pembangunan Djakarta
Brouwer, MAW(1984), Psikologi Fenomenologi. Gramedia Jakarta.
PENGUKURAN IKLIM SEKOLAH
OLEH: Piarman, dkk
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan sosial dalam
dunia pendidikan berpengaruh terhadap bidang akademis dan adaptasi sosial siswa. Salah satu aspek lingkungan sekolah yang
berkatan dengan sejumlah hasil adaptasi tersebut adalah iklim sosial yang dialami siswa di sekolahnya (Trickett & Moos
1973 dalam Brand dkk, 2003). Peran iklim madrasah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa telah banyak didukung oleh para
peneliti. Namun demikian ada juga hasil penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara iklim sekolah dengan prestasi
belajar (Culpepper, 1993 dalam Bulach dkk, 1995).
Iklim madrasah merupakan salah satu model konseptual dari kultur dan organisasi madrasah. Iklim madrasah berpengaruh
terhadap keberhasilan siswa dan guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Pintrich & Schunk, 1996 dalam Desmaliza, 2005
menyatakan bahwa iklim sekolah merupakan salah satu model konseptual dari kultur dan organisasi sekolah yang dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa dan guru dalam membentuk tujuan (Goal orientation), membantu meningkatkan self efficacy, usaha, ketekunan
dan prestasi belajar siswa, serta kepuasan guru atas keberhasilannya mengajar. Iklim madrasah merupakan variabel yang dipersepsikan
oleh siswa, guru, kepala sekolah dan personel lainnya dalam madrasah. Menurut Brookover, 1978 dalam Owens, 1991 menyatakan
bahwa “iklim sekolah terdiri dari sejumlah variabel yang dipersepsikan anggota suatu kelompok siswa, guru, kepala sekolah
maupun pegawai lainnya mengenai norma-norma yang berlaku dalam sistem sosialnya dan harapan yang dipegang dan dikomunikasikan
oleh anggota kelompok tersebut.” Dengan demikian iklim madrasah merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Iklim madrasah berkaitan dengan perasaan siswa terhadap kondisi dan keadaan lingkungan madrasah dimana
siswa menuntut ilmu.
Sebagian besar iklim madrasah kurang kondusif. Hal ini terlihat dari sarana prasarana madrasah yang kurang memadai.
Sarana prasarana madrasah belum ditata dengan teratur. Secara umum tingkat kebersihan madrasah masih cukup memprihatinkan.
Misalnya kebersihan ruang kelas, halaman madrasah, WC, kamar mandi yang terkesan jorok. Selain itu kondisi madrasah yang menyangkut
hubungan interpersonel dalam madrasah juga belum kondusif. Keadaan ini terlihat hubungan antar siswa, hubungan siswa dengan
guru, hubungan siswa dengan kepala sekolah, hubungan siswa dengan pegawai tata usaha dan hubungan orang tua siswa dengan madrasah
masih belum optimal dan belum kondusif. Banyak siswa yang tidak peduli dengan keadaan teman-temannya. Sebagian besar guru-guru
bahkan kepala madrsah kurang peduli terhadap kesulitan belajar siswa. Hubungan orang tua siswa dengan madrasah kurang terbina dengan baik. Hal-hal inilah yang perlu diadakan pengukuran terhadap keadaan iklim madrasah.
Dengan mengetahui keadaan iklim madrasah diharapkan dapat menjadi perhatian bagi para pengelola madrasah khususnya kepala
madrasah dan Departemen Agama.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kondisi
iklim madrasah
2. Menambah pemahaman
tentang hubungan iklim madrasah dengan prestasi belajar
3. Memberikan rekomendasi kepada managemen
madrasah guna menciptakan iklim madrasah yang kondusif dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Madrasah
1. Pengertian Madrasah Aliyah
Madrasah Aliyah merupakan lembaga pendidikan formal yang sederajat
dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Keduanya berada pada jenjang pendidikan menengah yang bertujuan menyiapkan para peserta
didiknya untuk: (1) melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi, dan atau (2) memasuki kehidupan di lingkungan masyarakat
yang lebih luas. Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 definisi madarsah mengalami perubahan dari
‘sekolah agama’ menjadi ‘sekolah umum berciri khas islam’ (Jamaluddin, 2003).
Perubahan definisi tersebut bukan hanya memberikan legitimasi
kepada madrasah sebagai lembaga pendidikan modern, melainkan menjadi bagian terpisah dari sistem pendidkan nasional. Meskipun
demikian, upaya tersebut tidak bisa memposisikan pendidikan madrasah secara substansial sejajar dengan pendidikan umum. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan madrasah tetap menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Dengan kehadiran Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional tahun 1989, madrasah justru ditantang untuk mentransformasikan dirinya secara terencana dan sistematis.
Transformasi itu menyangkut aspek kelembagaan, kurikulum, maupun tenaga pengajar yang kompatibel.
2.
Tujuan Pendidikan Madrasah Aliyah
Tujuan pendidkan Madrasah Aliyah pada dasarnya sama seperti tujuan
pendidikan pada SMU. Tujuan pendidikan Madrasah Aliyah (Depag, 2000: 1-1) adalah:
1) Menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi.
2) Menyiapkan siswa agar mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian
yang dijiwai ajaran agam islam.
3) Menyiapkan siswa agar mampu menjadi masyarakat dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam
sekitar yang dijiwai suasana keagamaan.
Madrasah Aliyah sebagai sub sistem pendidikan nasional secara fungsional
dituntut untuk menjabarkan butir-butir tujuan di atas ke dalam program operasional kegiatan pembelajaran. Penjabaran tersebut diperlukan agar dapat tercipta proses pembelajaran
yang produktif, efektif dan efisien. Dengan demikian diharapkan Madrasah Aliyah dapat menghasilkkan lulusan yang berkualitas
yang mampu berkiprah dalam masyarakat yang senantiasa berkembang. Sebagai acuan umum dalam pengelolaan madrasah maka MA harus
di tempatkan sebagai lembaga lembaga pendidikan yang dikelola secara profesional dan mampu memelihara norma-norma akademis
yang memiliki standar kualitas sebagai lembaga pendidikan menengah yang bermutu. MA harus tetap berada pada jati dirinya sebagai
lembaga pendidikan formal tingkat menengah yang bercirikan islam.
B.
Iklim Sekolah
Iklim sekolah didefinisikan sebagai perasaan siswa dan staff
sekolah terhadap lingkungan sekolah selama beberapa periode tertentu (Peterson dan Skiba, 2001 dalam Desmalisa, 47). Perasaan
ini berkaitan dengan lingkungan yang nyaman dan mendukung untuk kegiatan belajar dan mengajar, keteraturan dan keamanan yang dirasakan oleh setiap personel sekolah. Iklim sekolah berkaitan juga dengan perasaan
positif (dukungan dan kenyamanan) atau perasaan negatif (ketakutan, frustasi, dan dikucilkan) ketika berada dalam lingkungan
sekolah (Peterson & Skiba, 2001 dalam Desmalisa, 47). Lezotte dkk. (1980 dalam Desmalisa, 48) mendefinisikan iklim sekolah
sebagai persepsi seseorang tentang atribut psikologis dan institusional sebuah organisasi. Atribut fisik tidak termasuk iklim
sekolah karena hanya sedikit bukti yang menunjukkan pengaruhnya terhadap iklim sekolah.
Iklim sekolah merupakan perasaan pribadi setiap anggota sekolah
tentang pengalaman siswa terhadap situasi dan kondisi lingkungan sekolahnya. Brookover, 1978 & Owens, 1991 (dalam Desmaliza,
50) mengemukakan bahwa iklim sekolah mencakup sejumlah variabel yang dipersepsikan oleh anggota suatu kelompok mengenai norma-norma
yang berlaku dalam sistem sosialnya dan harapan yang dipegang dan dikomunikasikan oleh anggota kelompok tersebut.
Dari beberapa pengertian`di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
iklim sekolah merupakan perasaan pribadi setiap anggota sekolah tentang pengalaman personel terhadap situasi dan kondisi lingkungan
sekolahnya. Iklim sekolah merupakan perasaan pribadi terhadap sekolah baik fisik maupun non fisik. Iklim sekolah merupakan
perasaan negatif dan positif dari semua personel sekolah terhadap kondisi sekolahnya baik fisik maupun non fisik.
C. Belajar dan Prestasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar sangatlah beragam dan bergantung
dari siapa yang mendefinikannya. Ada orang yang berpendapat bahwa belajar adalah kegiatan untuk mengumpulkan dan menghapalkan
fakta yang disajikan melalui materi pelajaran yang mengarah pada kemampuan tertentu, seperti berhitung, membaca, atau menulis
Pengertian ini akan menentukan indicator keberhasilan belajar yang dicapai oleh seseorang.
Definisi belajar dapat dikemukakan antara lain sebagai proses adaptasi yang progresif (Skinner,
1972 dalam Dezmalisa, 2005:); perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap dan proses memperoleh respons-respons
sebagai akibat adanya latihan khusus (Chaplin, 1972); perubahan yang terjadi dalam diri organisma, manusia atau hewan, disebabkan
oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisma tersebut (Hintzman, 1978); perubahan yang mencakup keseluruhan
tingkah laku akibat pengalaman (Wittig, 1981). Definisi mengenai belajar ini terlihat jelas didominasi oleh pengaruh behavioristik.
Dalam hal ini, perubahan tingkah laku yang dimaksud sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan yang menyebabkannya. Proses
belajar sengaja diciptakan melalui upaya melakukan rekayasa lingkungan sebagai stimulus untuk membentuk dan mengarahkan prilaku
organisma yang lebih menetap sebagai respons atas stimulus tersebut. Selain itu respons organisma tersebut dibuat lebih permanen
melalui reinforcement (Reber, 1989).
Dari perspektif psikologi kognitif, Biggs (1991) mendifinisikan belajar berdasarkan tiga
macam rumusan, yaitu kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Secara kuantitatif, belajar dilihat dari berapa banyak materi
yang dikuasai siswa karena berkaitan dengan pengisisan dan pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.
Dari segi institusional, belajar merupakan proses validasi terhadap penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Dalam
kaitan ini, semakin baik mutu mengajar yang dilakukan guru, maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian
dinyatakan dalam skor atau nilai.
Berdasarkan tinjauan kualitatif, belajar merupakan proses memeperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman
serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya piker
dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi siswa dikemudian hari.
2. Prestasi Belajar
Pada dasarnya, hasil belajar siswa dapat mencakup berbagai domain
psikologis yang meliputi aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif siswa. Ketiga
aspek ini berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar. Bila aspek Psikomotorik berkaitan dengan keterampilan gerak, tindakan, dan kecakapan verbal serta non-verbal. Afektif terkait erat dengan
penerimaan, sambutan, apresiasi, internalisasi, dan kognitif menyangkut ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Prestasi belajar siswa adalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa sebagai
hasil belajarnya pada materi pelajaran tertentu. Menurut Zainal Arifin (1989) prestasi belajar adalah sebagai hasil dari usaha,
kemampuan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal pada bidang pendidikan. Hasil belajar ini secara kuantitatif,
dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka tertentu yang dapat diberikan penafsiran dan juga secara kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian hasil belajar.
D. Konsep Iklim Madrasah
Iklim madrasah merupakan perasaan siswa dan staf madrasah terhadap lingkungan madrasah. Perasaan tersebut berkaitan dengan lingkungan
yang nyaman dan mendukung untuk kegiatan belajar dan mengajar, keteraturan dan
keamanan yang dirasakan oleh setiap personel madrasah. Iklim madrasah berkaitan juga dengan perasaan positif (dukungan dan
kenyamanan) atau perasaan negatif (ketakutan, frustasi, dan dikucilkan) ketika berada dalam lingkungan madrasah. Iklim madrasah
merupakan persepsi seseorang tentang atribut psikologis dan institusional sebuah organisasi. Iklim madrasah mencakup sejumlah variabel yang dipersepsikan oleh anggota madrasah
mengenai norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam sistem sosialnya serta harapan yang dipegang dan dikomunikasikan oleh
anggota madrasah.
E. Konstruk Iklim Madrasah
Iklim Madrasah merupakan perasaan pribadi tentang pengalaman siswa terhadap
situasi dan kondisi lingkungan madrasah baik fisik maupun non fisik. Perasaan tersebut berkaitan dengan lingkungan yang nyaman dan mendukung untuk kegiatan belajar dan mengajar, keteraturan dan keamanan yang dirasakan oleh setiap personel madrasah. Iklim madrasah juga mencakup
sejumlah variabel yang dipersepsikan oleh siswa madrasah terhadap teman-temannya, guru-gurunya, kepala madrasah, pegawai tata
usaha, dan personel lainnya serta kepedulian orang tua terhadap madrasah. Selain itu iklim madrasah mencakup perasaan siswa
sebagai bagian dari madrasah dan perasaan memiliki memiliki madrasah. Iklim madrasah juga menyangkut norma-norma yang berlaku
dan harapan yang dipegang dan dikomunikasikan oleh anggota madrasah.
F. Dimensi-Dimensi Iklim Madrasah
Dimensi iklim madrasah menyangkut perasaan
semua personel terhadap kondisi madrasah baik fisik maupun non fisik, Iklim madrasah merupakan sikap-sikap, keyakinan, nilai-nilai,
dan norma-norma yang menjadi dasar pelaksanaan pengajaran, tingkat prestasi akademis dan pengoperasian sekolah (Brookover
dkk, 1997, dalam McEvoy dan Welker, 2000). Bila dilihat dari perasaan setiap
pribadi di lingkungan sekolah, ada tiga asfek afektif iklim sekolah berdasarkan pendapat Pintrich dan (1996), yaitu:
1. Perasaan sebagai bagian dari komunitas dan memiliki komunitas tersebut (A Sense of Community and Belongingeness)
Merupakan perasaan pribadi yang setiap orang miliki terhadap kelompok atau organisasinya
dan memiliki komitmen terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi tersebut. Sebaliknya, organisasi dalam hal ini sekolah, juga
peduli dan memberikan perhatian yang sepenuhnya terhadap kebutuhan setiap anggota di dalamnya.
Pada sekolah staf administrasi, staf pengajar dan para siswa saling menghormati dan peduli
satu sama lainnya, akan berhubungan erat dengan kinerja positif guru dan siswa, yaitu orientasi tujuan (goal orientation),
self efficacy, usaha (efforts), ketekunan (persistence) dan prestasi yang positif (Lee dkk (1993) dalam Pintrich & Schunk, 1996).
2. Kehangatan dan kesopanan dalam hubungan personal (Warmth and Civility in Personal
relations)
Dimensi ini merefleksikan kehidupan afektif sekolah yang berkenaan dengan kehangatan dan
kesopanan yang diekspresikan dalam hubungan antar pribadi di sekolah. Berkaitan dengan hubungan guru dan siswa, perasaan kepedulian,
perhatian, dukungan, dan hormat terhadap siswa serta interaksi yang positif antara guru dan siswa, akan berhubungan positif
dengan hasil motivasional.
Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain atau terciptanya masyarakat yang peduli terhadap
sesama dapat menciptakan pengaruh yang sangat positif bagi seluruh siswa, bhkan bagi siswa yang berisiko mengalami kegagalan
dalam bersekolah (Bryk.Lee dan Holland ,1993) dalam Pintrich dan Schunk,1996
).
Iklim emosional kelas berhubungan dengan
prestasi belajar siswa. Iklim emosional yang sangat negatif akan memiliki konsekwensi negatif pula bagi prestasi siswa (Pintrich
dan Schunk,1996 ).Interaksi yang positif antara guru dan siswa dapat menciptakan iklim yang positif untuk seluruh anggota
masyarakat sekolah.
3. Perasaan aman dan nyaman (Feelings of
safety and scurity)
Iklim sekolah mengacu pada perasaan guru dan siswa terhadap keamanan
dan kenyamanan personal. Persepsi ini mengacu pada perasaan seseorang dalam mengambil resiko dan merasa nyaman dalm menuangkan
ide, opini dan beraktivitas. Saat ini ada beberapa sekolah yang mengabaikan kebebasan siswa dalam mengemukakan ide dan pendapatnya.
Sekolah lebih memusatkan perhatian pada penciptaan rasa aman dan bebas dari rasa takut serta cemas terhadap kejahatan secara
fisik. Oleh karena itu sekolah seharusnya memperhatikan kedua aspek tersebut,
yaitu rasa aman dalam menuangkan pendapat dan rasa aman dari ancaman fisik. Menurut Lee dan Brynk, 1989 dalam Desmaliza, 2005
dinyatakan bahwa sekolah yang menawarkan lingkungan yang aman dan teratur ternyata
memiliki siswa dengan prestasi belajar yang lebih tinggi.
Sekolah seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh
personel sekolah. Bila siswa merasa aman di sekolahnya prestasi belajarnya juga meningkat. Brand dkk, 2003 mengatakan bahwa
rasa aman siswa di sekolah dapat mempengaruhi prestasi akademis mereka. Menurut Maslow, 1954 dalam Desmaliza, 2005 dikatakan
bahwa jika seseorang sedang terfokus pada kebutuhan dasarnya yang berupa perasaan aman dan nyaman akan sulit bagunya untuk
mencapai tujuan yang lain seperti aktualisasi diri. Oleh karena itu sekolah hendaknya memberikan lingkungan yang aman dan
nyaman bagi siswa dan personel sekolah lainnya.
D.
Atribut Iklim Madrasah
Atribut-atribut yang digunakan untuk mengukur madrasah merupakan penjabaran dari tiga dimensi tersebut di atas. Lebih
jelas seperti diuraikan di bawah ini.
a. Perasaan sebagai bagian dan
perasaan memiliki madrasah
1.
Perasaan siswa sebagai bagian dari madrasah
2. Perasaan siswa
ikut memiliki madrasah
3. Komitmen
siswa terhadap tujuan madrasah
4. Komitmen
siswa terhadap nilai-nilai atau norma-norma madrasah
b.. Kehangatan dan kesopanan dalam hubungan personal di madrasah
1. Interaksi positif antar siswa dalam kelasnya
2. Interaksi positif antar siswa dengan kelas lainnya
3. Interaksi positif antara siswa dengan guru
4. Interaksi positif antara siswa dengan kepala madrasah
5. Interaksi positif antara siswa dengan pegawai taata usaha
6. Interaksi positif antara orang tua siswa dengan madrasah
7. Kepedulian guru terhadap siswa
8. Perhatian guru terhadap siswa
9. Penghargaan guru terhadap siswa
10. Kepedulian Kepala Madrasah terhadap siswanya
11. Perhatian Kepala Madrasah terhadap siswanya
12. Kepedulian pegawai tata usaha terhadap siswanya
13. Kepedulian orang tua siswa terhadap madrasah
14. Kepedulian orang tua siswa terhadap pendidikan anaknya
c.
Perasaan aman dan nyaman
1. Lingkungan fisik madrasah yang aman
2. Lingkungan non fisik madrasah yang aman
3. Penataan sarana madrasah yang teratur
4. Perasaan aman mengeluarkan pendapat dari siswa
5. Lingkungan fisik yang nyaman
6. Lingkungan non fisik yang nyaman.
E. Pengukuran iklim Madrasah
Pengukuran mengenai iklim madrasah terdiri dari dua sudut pandang yaitu iklim madrasah menurut pandangan siswa dan iklim madrasah menurut pandangan
guru. Iklim madrasah dari sudut pandang siswa, yang diukur adalah perasaan siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan diri
dan lingkungan madrasahnya. Sedangkan iklim madrasah dipandang dari aspek guru, yang diukur adalah perasaan dan persepsi guru
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungan madrasahnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur (instrumen)
yang diadaptasi dari dimensi-dimensi afektif iklim sekolah yang telah dikemukakan oleh Pintrich dan Schunk, (1996), yaitu
a sense of community and belongingness, wormth and civility in personal ralaions, dan feelings of safety and security.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Variabel-variabel
Penelitian
Variabel-variabel yang akan diukur
pada penelitian ini adalah:
a. Kondisi iklim madrasah yang dirasakan siswa madrasah sebagai variabel bebas (independent variabel)
b. Prestasi belajar siswa madrasah sebagai variabel terikat (dependent variabel)
2. Definisi Operasional
Variabel
Definisi operasional setiap variabel penelitian ini adalah:
a. Iklim madrasah adalah gambaran persepsi dari siswa tentang keadaan atau kondisi madrasah
baik fisik maupun non fisik yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Iklim madrasah diukur melalui jawaban siswa
terhadap pernyataan angket dalam kuesioner. Semakin tinggi skor yang dihasilkan dari kuesioner tersebut, maka diasumsikan
semakin baik persepsi siswa terhadap iklim sekolah.
b. Prestasi belajar merupakan perwujudan
dari bakat dan kemampuan seseorang dalam bidang akademik. Prestasi belajar adalah kemampuan siswa untuk menguasai materi pelajaran
yang telah diajarkan pada suatu jenjang pendidikan, yang diukur dengan nilai raport.
B. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini bersifat non-eksperimental.
Penelitian ini mengukur iklim madrasah yang akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini hanya mengadakan
pengukuran terhadap iklim madrasah. Pengukuran terhadap prestasi belajar dan peeranan iklim madrasah terhadap prestasi belajar
akan diadakan penelitian lebih lanjut.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1, 2, dan kelas 3 MAN
13 Jakarta.
Jumlah populasi sebanyak 600 siswa. Dipilihnya siswa MAN 13 berdasarkan pertimbangan bahwa madrasah tersebut kondisi sekolahnya
sudah memenuhi standar kelayakan. Alasan lain
madrasah tersebut kondisinya dalam keadaan normal (dalam statistik disebut berdistribusi normal). Artinya keadaan siswa madrasah
tersebut baik secara akademis maupun non akademis ada yang menonjol, normal dan kurang. Sarana prasarana yang ada di madrasah
tersebut cukup memadai.
2. Sampel Penelitian
Sampel yang akan diambil dalam penelitian
ini adalah siswa kelas 1, 2 dan kelas 3 MAN 13 Jakarta. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 90
siswa dengan jumlah masing-masing kelas 6 siswa (jumlah kelas 1, 2 dan 3 sebanyak 15 kelas). Menurut Suharsimi Arikunto (2002:112):
“untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih,
tergantung setidak-tidaknya dari:
- Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
- Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena
hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
- Besar kecilnya resiko yang
ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.”
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Stratified
Random Sampling Technique. Masing-masing kelas dan tingkatan kelas dipilih secara
acak (random) untuk dipilih sebagai sampel.
D. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner dan nilai raport. Kuesioner iklim sekolah disusun berdasarkan tiga
aspek afektif iklim sekolah menurut Pintrich dan Schunk (1995), yaitu a sense
of community and belongingness, wormth and civility in personal ralaions, dan feelings of safety and security. Kuesioner digunakan untuk mengukur tentang persepsi siswa
terhadap iklim madrasah. Kuesioner penelitian ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban. Pilihan
jawaban tersebut meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RR), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Penskoran masing-masing item untuk pernyataan item yang bersifat positif adalah Sangat
Setuju (SS) skornya 5, Setuju (S) skornya 4, Ragu-ragu (RR) skornya 3, Tidak Setuju (TS) skornya 2 dan Sangat Tidak Setuju
(STS) skornya 1. Sedangkan pernyataan item yang bersifat negatif penskorannya sebagai berikut Sangat Setuju (SS) skornya 1,
Setuju (S) skornya 2, Ragu-ragu (RR) skornya 3, Tidak Setuju (TS) skornya 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) skornya 5.
Kuesioner ini terdiri dari 50 item dengan perincian untuk aspek a sense of community and
belongingness 8 item, aspek wormth and civility in personal ralaions 29 item dan aspek
feelings of safety and security 13 item.
Dimensi yang diukur |
Nomor item |
Jumlah |
Favorable |
Unfavorable |
A sense of community and belongingness |
01, 02, 03, 04, 05, dan 09 |
06 dan 10 |
8 |
Wormth and civility in personal ralaions |
07, 08, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 47, dan 48 |
11, 15, 49 dan 50 |
29 |
Feelings of safety and security.
|
20, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 44, 45, dan 46 |
23 , 42 dan 43 |
13 |
Jumlah |
51 |
9 |
50 |
2. Nilai Raport
Nilai raport digunakan untuk melihat prestasi belajar siswa. Nilai raport
diperoleh dari dokumentasi nilai raport kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 berdasarkan
kurikulum dari DEPAG. Nilai masing-masing mata
pelajaran diperoleh dari penjumlahan tes sumatif, tes formatif dan tugas-tugas harian. Nilai prestasi belajar yang digunakan adalah nilai rata-rata semua pelajaran. Nilai rata-rata
diperoleh dari jumlah nilai seluruh mata pelajaran dibagi dengan banyaknya mata pelajaran tersebut.
E.
Prosedur Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Penyusunan kuesioner iklim madrasah dalam penelitian ini mengacu
pada aspek-aspek afektif iklim sekolah yang dikemukakan oleh Pintrich dan Schunk (1996) dan hasil wawancara peneliti dengan
kepala sekolah, guru-guru, serta siswa-siswi MAN 13 Jakarta.
Uji face validity yaitu dengan mengkonsultasikan instrumen yang telah selesai disusun peneliti
kepada pembimbing mata kuliah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh saran perbaikan. Setelah mengadakan perbaikan instrumen
berdasarkan saran dari pembimbing, peneliti melakukan uji keterbacaan instrumen kepada beberapa orang siswa. Tujuannya untuk
melihat pemahaman mereka terhadap item-item yang terdapat dalam kuesioner tersebut dan melihat waktu yang diperlukan untuk
mengisi kuesioner.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Desember
2006 di MAN 13 Jakarta. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1, 2 dan kelas 3 MAN 13 Jakarta. Subyek penelitian
dipilih secara random.
F. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis item dengan menggunakan program SPSS versi 13.00 for windows. Prosedurnya adalah dengan
memasukkan data iklim madrasah dari hasil jawaban kuesioner siswa secara keseluruhan, kemudian melakukan uji reliabilitas
dan validitas dengan cara mengkorelasikan nilai setiap item dengan nilai total
item, dengan teknik Pearson’s Product Moment. Uji Reliabilitas dilakukan dengan perhitungan reliabilitas alpha Cronbach.
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL INTERTPRETASI
A. Tabel Analisis Item
No |
Daya Pembeda |
Proportion Endorsing |
Keputusan |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 |
0,298 |
0,053 |
0,095 |
0,284 |
0,358 |
0,211 |
Direvisi |
2 |
0,521 |
0,021 |
0,021 |
0,253 |
0,432 |
0,274 |
Diterima |
3 |
0,422 |
0,053 |
0,032 |
0,158 |
0,484 |
0,274 |
Diterima |
4 |
0,400 |
0,095 |
0,021 |
0,274 |
0,543 |
0,158 |
Diterima |
5 |
0,395 |
0,021 |
0,032 |
0,116 |
0,421 |
0,411 |
Diterima |
6 |
-0,316 |
0,095 |
0,170 |
0,200 |
0,358 |
0,168 |
Diterima |
7 |
0,547 |
0,042 |
0,095 |
0,295 |
0,453 |
0,116 |
Diterima |
8 |
0,337 |
0,011 |
0,032 |
0,232 |
0,579 |
0,147 |
Diterima |
9 |
0,366 |
0,021 |
0,021 |
0,126 |
0,495 |
0,337 |
Diterima |
10 |
-0,281 |
0,042 |
0,042 |
0,137 |
0,379 |
0,379 |
Direvisi |
11 |
0,003 |
0,053 |
0,053 |
0,137 |
0,484 |
0,274 |
Ditolak |
12 |
0,242 |
0,011 |
0,042 |
0,216 |
0,484 |
0,337 |
Direvisi |
13 |
0,409 |
0,053 |
0,032 |
0,253 |
0,058 |
0,105 |
Diterima |
14 |
0,550 |
0,021 |
0,053 |
0,347 |
0,411 |
0,168 |
Diterima |
15 |
0,175 |
0,074 |
0,179 |
0,242 |
0,379 |
0,126 |
Ditolak |
16 |
0,506 |
0,011 |
0,126 |
0,200 |
0,516 |
0,147 |
Diterima |
17 |
0,483 |
0,021 |
0,074 |
0,347 |
0,411 |
0,147 |
Diterima |
18 |
0,540 |
0,011 |
0,021 |
0,179 |
0,421 |
0,368 |
Diterima |
19 |
0,428 |
0,021 |
0,021 |
0,095 |
0,474 |
0,398 |
Diterima |
20 |
0,537 |
0,042 |
0,053 |
0,347 |
0,411 |
0,147 |
Diterima |
21 |
0,637 |
0,021 |
0,011 |
0,116 |
0,611 |
0,242 |
Diterima |
22 |
0,566 |
0,011 |
0,021 |
0,126 |
0,568 |
0,274 |
Diterima |
23 |
-0,164 |
0,021 |
0,158 |
0,432 |
0,263 |
0,126 |
Ditolak |
24 |
0,329 |
0,032 |
0,074 |
0,316 |
0,358 |
0,221 |
Diterima |
25 |
0,454 |
0,021 |
0,021 |
0,084 |
0,453 |
0,421 |
Diterima |
26 |
0,518 |
0,011 |
0,074 |
0,379 |
0,379 |
0,158 |
Diterima |
27 |
0,484 |
0,032 |
0,032 |
0,200 |
0,526 |
0,211 |
Diterima |
28 |
0,347 |
0,011 |
0,105 |
0,168 |
0,526 |
0,180 |
Diterima |
29 |
0,392 |
0,021 |
0,011 |
0,063 |
0,484 |
0,421 |
Diterima |
30 |
0,453 |
0,011 |
0,021 |
0,042 |
0,400 |
0,526 |
Diterima |
31 |
0,420 |
0,011 |
0,021 |
0,168 |
0,379 |
0,421 |
Diterima |
32 |
0,453 |
0,021 |
0,011 |
0,095 |
0,453 |
0,421 |
Diterima |
33 |
0,439 |
0,011 |
0,147 |
0,453 |
0,295 |
0,095 |
Diterima |
34 |
0,481 |
0,032 |
0,116 |
0,379 |
0,337 |
0,137 |
Diterima |
35 |
0,424 |
0,032 |
0,074 |
0,453 |
0,337 |
0,105 |
Diterima |
36 |
0,364 |
0,147 |
0,179 |
0,295 |
0,242 |
0,137 |
Diterima |
37 |
0,480 |
0,147 |
0,179 |
0,358 |
0,200 |
0,116 |
Diterima |
38 |
0,598 |
0,021 |
0,053 |
0,358 |
0,453 |
0,116 |
Diterima |
39 |
0,485 |
0,021 |
0,021 |
0,221 |
0,547 |
0,189 |
Diterima |
40 |
0,628 |
0,021 |
0,042 |
0,326 |
0,421 |
0,189 |
Diterima |
41 |
0,590 |
0,021 |
0,042 |
0,232 |
0,505 |
0,200 |
Diterima |
42 |
0,292 |
0,042 |
0,004 |
0,358 |
0,347 |
0,168 |
Diterima |
43 |
-0,217 |
0,042 |
0,211 |
0,284 |
0,242 |
0,221 |
Direvisi |
44 |
0,513 |
0,032 |
0,058 |
0,411 |
0,368 |
0,107 |
Diterima |
45 |
0,601 |
0,011 |
0,042 |
0,379 |
0,400 |
0,168 |
Diterima |
46 |
0,647 |
0,011 |
0,021 |
0,284 |
0,389 |
0,295 |
Diterima |
47 |
0,344 |
0,021 |
0,074 |
0,211 |
0,495 |
0,200 |
Diterima |
48 |
0,076 |
0,021 |
0,095 |
0,400 |
0,358 |
0,126 |
Ditolak |
49 |
-0,086 |
0,011 |
0,095 |
0,158 |
0,421 |
0,016 |
Ditolak |
50 |
-0,049 |
0,032 |
0,158 |
0,295 |
0,263 |
0,250 |
Ditolak |
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Brand, S., Felner, R., Shim, M., Seitsinger, A., & Dumas, T., (2003). Middle school
improvement and reform; development and validiation of a schhool-level assesment of climate, cultural pluralism and shool
safety: Jurnal of Educational Psychology. 95, 3, 570-588.
Chaplin, J.P., (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Depag RI., (2000). Pedoman Umum Pengelolaan MAN Model. Jakarta:
PPA Consultants in Asosiation with IAIN Walisongo, IAIN Sunan Kalijaga dan Cambridge Education Consultants Ltd.
Desmaliza, (2005). Hubungan Antara Iklim
Sekolah dan Self Efficacy Siswa; Suatu Study Terhadap Santri-santri Pesantren kelas II Tsanawiyah di Pondok Pesantren Darunnajjah.
Jakarta Selatan. Jakarta: Pascasarjana Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Jamaluddin, (2003). Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran.
Pintrich, R. & Schunk, D., (1996). Motivation in Education Theory; research and Aplication.
New Jersey: Prentice Hall.
Positivisme dan Perkembangannya
Munculnya faham posivisme diilhami oleh pemikiran empirisme. Faham ini menggunakan landasan berfikir “kalau
sesuatu ada, maka sesuatu mengandung besaran yang dapat di ukur”. istilah ini mula-mula digunakan oleh Saint Simon sekitar
tahun 1825. namun sebelumnya prinsip-prinsip berfikir ini telah dikembangkan oleh seorang tokoh empirisme Inggris yakni Francis
Bacon.
Tesis
positivitik menyatakan bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang valid, dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi
objek pengetahuan. Positivistik menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek di belakang fakta, menolak segala penggunaan
metoda di luar untuk di gunakan dalam menelaah fakta. (Muhajir, Nung. 1996)
Penganut positivistik dalam
metodologi pengetahuan berpendapat bahwa keberadaan sesuatu merupakan besaran
yang dapat diukur, dan penelitian adalah pengamatan yang obyektif terhadap berbagai peristiwa. Pendekatan ini menyaratkan
dalam penelitian adanya variabel yang di kontrol, pengacakan sampel, pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dan ditujukan generalisasi sampel kedalam populasi (Miarso, Yusufhadi. 2005)
Positivisme sebagai paham yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari
hanyalah "data-data yang nyata/empirik", atau yang mereka namakan 'positif'. Positivisme
merupakan tradisi berpikir dalam ilmu-ilmu sosial Barat yang sebenarnya dipinjam dari pandangan, metode, dan teknik ilmu-ilmu
alam dalam memahami dan menyelidiki fenomena alam. Karena itu, Positivisme mempercayai universalisme dan generalisasi yang
diperoleh dari prosedur metode ilmiah (scientific method) sehingga kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan dianggap bersifat
universal atau cocok (appropriate) untuk semua, kapan saja, dan di mana saja (Fakih, 2001: 24).
Walhasil, dominasi Positivisme dan metode ilmiah yang diterapkan dalam lapangan ilmu-ilmu
sosial memunculkan anggapan bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat universal, sebagaimana
halnya ilmu-ilmu alam. Maka dari itu, tidak mengherankan kalau ide demokrasi, kapitalisme, dan liberalisme dianggap sama universalnya
dengan fisika atau kimia. Demikian pula sosiologi dan psikologi; juga dianggap universal seperti halnya astronomi dan biologi
(M.Shidiq. 2005)
Dalam perkembangannya ada banyak aliran positivisme, yakni positivisme sosial, evolusioner, kritis dan logis.
Positivisme Sosial
Tokoh utamanya adalah August Comte dan John Stuart Mill. Filsafat Positivistik Comte muncul dalam studinya tentang sejarah alam fikir manusia dengan membuatnya berjenjang mulai dari teologik,
metaphisik dan positif. Jika pada jenjang teologik dan metaphisik, alam manusia masih dipengaruhi hal-hal yang abstrak, tidak
demikian pada jenjang positif. Menurutnya, pada jenjang ini alam fikiran manusia
mengadakan pencarian pada ilmu absolut.
Comte lah yang yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk menggantikan istilah phisique social
dari Quetelet. Comte membedakan antara social statis dan social dynamis. Pembedaan
tersebut hanya untuk kepentingan analisis. keduanya menganalisi fakta sosial yang sama, hanya tujuannbya yang berbeda. Yang
pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban dan yang kedua menelaah perubahan-perubahan
jenjang tersebut. Comte juga membedakan antara konsep order dan progres. Order terjadi bila masyarakatnya stabil berpegang
pada prinsip dasar yang sama, dan terdapat persamaan pendapat. Sedangkan progres dicontohkan dengan kemunculan ide protetestantisme
dan revolusi prancis.
Positivisme
Evolusioner
Positivisme
ini berangkat dari fisika dan biologi. Tokoh-tokohnya antara lain Herbet spencer, Haickel dan Monisme, Wilhelm Wundt. Konsep
evolusi Spencer diilhami konsep evolusi biologik. Dalam konsepnya evolusi merupakan
proses dari homogen ke heterogen, dari sederhana ke yang komleks. menurut Positivisme ini, soiologi
merupakan disiplin ilmu yang mendiskripsikan perkembangan masyarakat..
Positivisme Kritis
Aliran ini muncul pada akhir abad XIX dalam karya Mach dan Avenarius; dan lebih dikenal
sebagai empiriocritisisme. bagi Mach dan Avenarius, fakta yang menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas.
Realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal inderawi yang relatif stabil. Unsur hal yang inderawi
dapat berbentuk fisik maupun psikis.
Positivisme Logik
Yang memberi nama ini adalah A.E Blumberg dan Herbert Feigel pada tahun 1932. Nama
lain dari aliran ini adalah neopositivisme. Positivisme logik menolak yang absolut, karena itu merupakan kebenaran di luar
waktu, merupakan sesuatu yang transenden dan tak bermakna. Menurut para positivist ini dunia abadi itu sesuatu yang tidak
dapat dibuktikan ada atau tidak adanya.
Daftar
Pustaka
Kristi Poerwandari (2001). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta : LPSP3
Miarso, Yusufhadi. (2005) Landasan
Berfikir dan Pengembangan Teori, Jurnal Pendidikan Penabur.
M.Shidiq.
(2005) Telaah Kitab Ilmu dan Tsaqofah. Jakarta
Muhajir, Nung. (1998) Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Jakarta
KRITERIA
KEBENARAN MENURUT FILSAFAT ILMU
I. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang berfikir oleh karena itu ia selalu ingin mengetahui segala sesuatu. Sejak pandai berbicara
gejala dan hasrat ingin tahunya mulai nampak, terbukti dengan munculnya bermacam-macam pertanyaan : apa ini, apa itu, mengapa
demikian dan mengapa begitu. Makin ia tumbuh kembang, makin banyak pula yang ditanya dan makin banyak pula usahanya untuk
mencari tahu.
Dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dalam benaknya maka ia menjadi tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang yang disusun secara
sistematis menurut metode-metode tertentu, yang dapat menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan disebut ilmu
atau ilmu pengetahuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 : 371).
Adapun menurut Soejono Soekamto,ilmu adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun sistematis yang menggunakan kekuatan
pemikiran, pengetahuan yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah (diuji kebenarannya) dengan kritis oleh orang lain yang ingin
mengetahuinya. (Soerjono Soekamto, 2000 : 5).
Yang menjadi tujuan ilmu pengetahuan adalah tercapainya kebenaran (Endang Saifuddin, 1987 : 61), kemudian kebenaran
itu sendiri belum tentu benar sehingga orang lain masih diberikan kesempatan untuk menguji kebenarannya. Jika demikian kita
akan bertanya, apakah kebenaran itu ?, dan apa saja yang menjadi kriteria kebenaran?.
Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, makalah ini akan mencoba membahas
tentang kriteria kebenaran dalam ilmu.
II. PENGERTIAN KEBENARAN
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa manusia adalah makhluk yang berfikir sehingga memungkinkan ia untuk berpengetahuan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam rangka mencapai sesuatu kebenaran. Karena itu untuk merunut alur pikir yang jelas
tentang kriteria kebenaran yang nantinya akan dibicarakan, terlebih dahulu perlu kita ketahui dasar-dasar ilmu yang memungkinkan
kita dapat memahami makna dari kebenaran itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebenaran bermakna :
1) Keadaan yang cocok dengan sesungguhnya; 2) Sesuatu yang sungguh-sungguh ada; 3) Kelurusan hati, kejujuran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991 : 114). Dengan kata lain suatu
pernyataan dinyatakan benar jika ada persesuaian (kecocokan) antara pernyataan itu sendiri dengan fakta. Pernyataan bahwa
kambing adalah hewan yang berkaki empat adalah benar karena sesuai dengan fakta (kenyataan) yang ada bahwa kambing memiliki
empat buah kaki.
Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan
mantap adalah kemampuannya untuk berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu yang biasa disebut penalaran (Jujun
S., 1999 : 40).
Penalaran itu sendiri harus bersifat logis dan analitik sebagai akibat dari adanya alur kerangka
berfikir atau dengan kata lain suatu proses berfikir yang tidak logis dan tidak analitik bukanlah disebut penalaran. Tegasnya,
suatu proses berfikir disebut penalaran jika ia masuk akal (plausible) dan analitik.
Selanjutnya menurut Jujun S. bahwa proses penalaran untuk pengambilan kesimpulan dianggap shahih (valid) jika dilakukan
menurut cara tertentu yang biasa disebut logika. Dalam penalaran ilmiah,logika dibedakan atas logika induktif dan logika deduktif.
(Jujun S., 1999 : 46).
Pengambilan kesimpulan yang beranjak dari fenomena-fenomena yang bersifat individual (khusus) kemudian diambil suatu
kesimpulan yang bersifat umum disebut logika induktif (induksi). Sedangkan cara pikir dalam pengambilan kesimpulan silogisnum
yang disusun dari dua buah pernyataan (premis mayor dan premis minor), yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus disebut logika deduktif (deduksi).
Cara-cara pengambilan kesimpulan di atas dilakukan untuk mencari kebenaran. Karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan
bertujuan untuk mencari kebenaran atau sesuatu yang menurut logika adalah benar.
III.
KRITERIA KEBENARAN
Sebelum kita membicarakan kriteria kebenaran, tentunya akan lebih lengkap jika secara sepintas dibicarakan terlebih
dahulu sumber dari sesuatu yang akan dianalisis kebenarannya atau sumber dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
Rasio dan empirik yang ditangkap oleh alat indra adalah termasuk sumber ilmu pengetahuan dan area dari penalaran. Disamping
rasio dan empiris ada dua lagi sumber ilmu yaitu intuisi dan wahyu. Tetapi keduanya (intuisi dan wahyu) bukan diperoleh dari
usaha penalaran. Kendati demikian tidak dapat disangkal bahwa intuisi dan wahyu adalah juga sumber kebenaran (pengetahuan).
Karena banyak kebenaran diperoleh berdasarkan intuisi dan wahyu (Jujun S., 1999 : 50).
Berdasarkan sumber ilmu yang ada berupa rasio, empiris, intuisi, dan wahyu maka muncul tiga macam teori tentang kebenaran
yaitu teori koherensi, teori korenpondensi, dan teori pragmatis.
Pertama, teori koherensi disebut juga teori konsistensi (the consistence theory of truth), teori ini dikembangkan oleh
Aristoteles (384-322 SM). Menurut teori ini kebenaran dibentuk atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata
lain bahwa kebenaran itu atas dasar adanya hubungan yang konsisten dengan kebenaran-kebenaran yang telah diketahui terlebih
dahulu. Misalnya setiap makhluk hidup memerlukan makanan. Kambing adalah makhluk hidup maka kambing pasti membutuhkan makanan.
Berdasarkan teori ini karena pernyataan pertama (setiap makhluk hidup membutuhkan makanan) adalah pernyataan yang benar maka
pernyataan kedua (kambing adalah makhluk hidup dan ia pasti membutuhkan makanan) adalah benar pula, karena pernyatan kedua
konsisten dengan pernyataan pertama.
Teori koherensi ini biasa dipergunakan kelompok rasionalisme, yang umumnya dalam pengambilan kesimpulan menggunakan
metode deduksi dengan cara silogimus. Silogisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti konklusi. Menurut Sutrisno Hadi Silogismus
itu terdiri atas empat yakni silogismus kategorik; hipotetik; silogisme alternatif dan silogisme disjungtiv (Sutrisno Hadi,
1978 : 43-47).
Dalam silogisme kategorik premis mayornya mempunyai
kebenaran yang mutlak, sedangkan dalam silogisme hipotetik premis majornya tidak memiliki kebenaran yang mutlak, demikian
pula silogisme alternativ dan disjungtiv.
Untuk lebih jelasnya berikut akan ditampilkan sepintas contoh-contoh dari silogisme yang dimaksud.
Silogisme kategorik
Semua makhluk hidup membutuhkan makanan
Kambing adalah makhluk hidup
Jadi kambing juga membutuhkan makan
Silogisme Hipotetik
Hari mendung kemungkinan akan turun hujan
Hari ini cuaca mendung
Jadi, ada kemungkinan hari akan hujan
Silogisme Alternatif
Saya harus membeli kendaraan atau akan kuliah S.2 di Univ. Indonesia
Saya tidak membeli kendaraan
Jadi, saya akan kuliah S.2 di Univ. Indonesia
Silogisme Disjungtiv
Tidak mungkin orang yang lulus testing dan tidak lulus testing akan kuliah S.2 di Univ. Indonesia.
Si B tidak lulus testing
Jadi tidak mungkin si B akan kuliah S.2 di Univ. Indonesia.
Kedua, Teori Korespondensi (the Correspondence Theory of Truth) yang dikembangkan Bertrand Russel (1872-1970). Teori
ini mendasarkan kebenaran atas kesesuaian antara kebenaran materi dari suatu pengetahuan dengan fakta yang sesungguhnya (Endang
Saefuddin, 1987 : 18). Karena itu teori ini disebut juga obyektivisme atau realisme. Misalnya dalam sebuah pernyataan disebutkan
“Palembang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Selatan”
pernyataan ini dinyatakan benar sebagai ibu kota provinsi
Sumatera Selatan.
Menurut teori ini jika antara pernyataan dan objeknya tidak ada kesesuaian, maka pernyataan tersebut salah. Misalnya
jika dalam pernyataan disebutkan bahwa “Jakarta adalah ibu kota Provinsi Sumatera Selatan”. Karena faktanya bahwa Jakarta
bukan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, maka pernyataan
ini adalah tidak benar.
Dalam pengambilan keputusan/kesimpulan teori korespondensi ini biasanya menggunakan metode induksi yaitu bertitik tolak
dari fakta-fakta yang bersifat individual atau fakta-fakta yang khusus, atau peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian ditarik
kesimpulan-kesimpulan yang umum atau generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum (Sutrisno Hadi : 1978 : 50).
Menurut Van Dalen sebagaimana dikutip oleh Sutrisno Hadi, ada tiga jenis pengambilan kesimpulan induksi yaitu : (1)
Induksi Komplit; (2) Induksi Sistem Bacon; (3) Induksi Tidak Komplit. (Sutrisno Hadi, 1978 : 52).
Ketiga, Teori Pragmatik (uji kemanfaatan). Bagi penganut pragmatisme, kebenaran
adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability), atau akibat yang memuaskan
(Harold H Titus, 1984 : 241). Charles S. Peirce
(1839-1914) yang dikenal sebagai Bapak Pragmatisme mengungkapkan bahwa kebenaran suatu pernyataan
diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis (Jujun S, 1999 : 58).
Jadi berdasarkan teori pragmatis suatu pernyataan dinyatakan benar jika ia bermanfaat, dan jika tidak bermanfaat pernyataan
itu dinyatakan tidak benar. Disamping pernyataan itu bermanfaat, pernyataan berikutnya adalah mungkinkah hal itu dilaksanakan.
Jika mungkin untuk dilaksakan, ia diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya jika tidak mungkin untuk dilaksanakan pernyataan
itu ditolak. Karena itu apabila suatu pernyataan yang selama ini dianggap benar (bermanfaat) namun karena perkembangan pengetahuan
yang menghasilkan pernyataan (kebenaran) baru, sehingga pernyataan lama tidak terpakai lagi, maka pernyataan (kebenaran) lama
dengan sendirinya ditinggalkan (dianggap tidak benar lagi).
Memperhatikan ketiga teori kebenaran di atas nampak jelas, bahwa masing-masing teori mempunyai kelemahan. Dasar dari
kelemahan ini berpangkal pada kondisi akal manusia, ruang, dan waktu. Sesuatu yang menurut seseorang adalah benar, belum tentu
benar menurut orang lain. Hal ini terbukti dengan kemunculan tiga teori tersebut, sebab jika semua sepakat dengan kebenaran
dari salah satu teori saja maka kedua teori lainya tidak akan pernah ada. Karenanya upaya manusia untuk menggali dan memcari
kebenaran (ilmu pengetahuan) tidak akan pernah selesai.
Pengetahuan (ilmu pengetahuan) akan menghantarkan kita kepada pemahaman akan kebesaran Allah SWT sebagai satu-satunya
zat yang patut disembah dan tempat menggantungkan segala harap dan cita, sehingga rasa takut akan murka-Nya merasuk kerelung
hati yang paling dalam (Q.S. 35 : 28). Kebenaran yang haqiqi adalah kebenaran yang datangnya dari Allah
(Alhaqqumirrobbikum) Karena itu umat Islam oleh Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk belajar
sepanjang hayat, sejak dari buai ayunan sampai ke liang lahat, dan tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina (Al-Hadits).
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa rasio, empiris, intusi (firasat), dan wahyu
adalah merupakan sumber ilmu pengetahuan.
Penalaran, logika, dan kriteria kebenaran adalah sebagai dasar ilmu pengetahuan. Kriteria kebenaran yang ditetapkan
dalam ilmu koherensi, korenpondensi, dan pragmatis, tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna (kebenaran mutlak). Karena
apa yang menurut ilmu hari ini benar mungkin besok tidak dapat dibenarkan lagi. Kebenaran yang haqiqi adalah kebenaran yang
berasal dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang
Saefuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu,
1987.
Departemen
Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahannya.
Jakarta: Syaami
Cipta Media, 1979.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta:
Pustaka, 1991.
Hadi, Sutrisno,
Metodelogi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi UGM, 1978.
Soekamto,
Soerjono, Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Suriasumantri,
Jujun S, Filsafat Ilmu Sesuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1999.
Titus, Harold.
H. et. al., Persoalan-persoalan Filsafat, Alih Bahasa HM. Rasyidi,
Jakarta:
Bulan Bintang, 1984.
I love my pets! On this page I'll describe them and their special place in my life.
|